MATA INDONESIA, GAZA – Warga Palestina di Tepi Barat dan Gaza menilai takkan ada perubahan yang signifikan dari Israel meski memiliki pemimpin baru. Mereka mengatakan pemimpin yang menggantikan peran Perdana Menteri Benjamin Netanyahu memiliki agenda yang seirama seperti pendahulunya.
Perwakilan dari Organisasi Pembebasan Palestina (PLO), Bassem al-Salhi mengatakan bahwa penunjukkan Naftali Bennett sebagai Perdana Menteri Israel tidak kala ekstrem dari pendahulunya, Netanyahu.
“Dia akan memastikan untuk mengungkapkan betapa ekstremnya dia di pemerintahan,” kata Bassem al-Salhi.
Sentiment serupa juga disuarakan di tempat lain. Seorang pegawai pemerintah di kota Gaza mengatakan bahwa semua pemimpin Israel sama kejamnya dan tidak akan memberikan dampak berarti bagi kemerdekaan Palestina.
“Tidak ada perbedaan antara satu pemimpin Israel dan yang lain,” tegas Ahmed Rezik.
Hal senada juga diungkapkan oleh Hamas –faksi Palestina penguasa Jalur Gaza, siapa pun yang memerintah Israel tidak akan ada bedanya. Hamas mengatakan, semua pemimpin Israel akan terus menyerang dan bersikap bermusuhan dengan Palestina.
“Palestina telah melihat lusinan pemerintah Israel sepanjang sejarah, kanan, kiri, tengah, begitu mereka menyebutnya. Tetapi mereka semua bermusuhan ketika menyangkut hak-hak rakyat Palestina kami dan mereka semua memiliki kebijakan ekspansionisme yang bermusuhan, ”kata juru bicara Hazem Qassem.
Untuk informasi, Naftali Bennet –sosok yang akan menggantikan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, dikenal karena mengadopsi sikap religious dan nasionalis yang juga dikenal karena pandangannya yang anti-Palestina.
Bennett terjun ke dunia politik tahun 2005 sebagai wakil Netanyahu. Pemimpin Partai Yamina itu menjadi jutawan berkat perusahaan teknologi yang ia bangun dari nol dan selalu menarik pemilih sayap kanan di Israel.
Sosok Bennett dipandang sebagai musuh oleh warga Palestina, karena Bennett berpendapat bahwa Israel harus menganeksasi bagian dari wilayah Palestina yang diduduki di Tepi Barat yang direbut dan diduduki Israel dalam Perang tahun 1967.
“Dia pengkhianat. Apa yang akan dia lakukan ketika mereka memintanya untuk memilih meluncurkan perang baru di Gaza? Apakah dia akan menerimanya? Menjadi bagian dari pembunuhan warga Palestina?” kata warga Palestina lainnya, Badri Karam, 21, di Jalur Gaza.