MATA INDONESIA, KUPANG – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) NTT menyoroti persoalan penanganan sampah di Indonesia, termasuk di NTT.
Divisi Pengelola Sumber Daya Alam dan Kampanye Yuvensius Stefanus Nonnga mengatakan bahwa permasalahan pengelolaan sampah yang buruk terjadi hampir di seluruh wilayah Indonesia. Hal ini dapat dilihat sejauh mana pemerintah berhasil menurunkan produksi sampah. Fakta lapangan mencatat justru sebaliknya terjadi peningkatan jumlah
sampah dari tahun ke tahun.
“Hal ini terintegrasi lurus dengan model pengelolaan sampah yang buruk dari pemerintah. Pengelolaan sampah yang ideal berangkat dari proses pemetaan siklus peredaran sampah mulai dari tahapan eksploitasi hingga pada pembuangan,” ujarnya dalam rilis pers yang diterima minews.id, Kamis 24 Februari 2022.
Implementasi pengelolaan sampah oleh pemerintah hari ini lebih terfokus pada
proses konsumsi sampai pada pembuangan.
Namun itupun perlu dikritisi lagi, misalnya ketika pemerintah lebih serius menempatkan masyarakat sebagai aktor utama dalam permasalahan sampah yang terjadi.
“Masyarakat dikambinghitamkan untuk menutup buruknya model pengelolaan sampah oleh pemerintah di lapangan,” katanya.
Ia juga menyoroti penanganan sampah di NTT. Menurutnya, proses implementasi pengelolaan sampah oleh pemerintah NTT terfokus pada urusan teknis di lapangan yang berhubungan langsung dengan masyarakat. Sementara keseriusan pemerintah untuk merespon dari sisi hulu misalnya mendorong pelaku usaha untuk bertanggungjawab atas residu yang dihasilkan dari usahanya sebagaimana dalam amanat UU justru melemah.
“Secara objektif, sampah adalah persoalan publik yang mencolok di Seluruh wilayah di NTT. Sampah yang berserakan di setiap sudut kota baik di pusat kegiatan ekonomi, pemerintah dan pendidikan serta fasilitas publik tidak terkelola dengan baik dan komperehensif,” ujarnya.
Pesatnya pertumbuhan penduduk yang mencapai 2,92 persen (2015-2016) di atas
rata-rata pertumbuhan penduduk NTT sebesar 1,63 persen sebagaimana dirilis BPS tahun 2017 dan meningkatnya aktifitas ekonomi menjadi kondisi yang mendorong meningkatkan produksi sampah.
Kota Kupang misalnya sebagai ibukota Provinsi NTT dan menjadi kota dengan
tingkat aktivitas ekonomi paling banyak dibandingkan 21 kabupaten lainnya di NTT. Dalam pengelolaan sampah masih terbilang sangat parsial. Dari sisi regulasi, terhadap permasalahan sampah ini, Pemerintah Kota Kupang memiliki kerangka regulasi untuk menangangi sampah di kota ini yaitu Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Pengurangan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga.
Dalam Perda ini diatur sanksi bagi seseorang yang melakukan pelanggaran yakni Bab XV dengan ketentuan pidana yang termuat pada pasal 24 ayat 1, di mana setiap orang yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan pasal 40 diancam dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp.50.000.000.
Perda ini juga mengatur terkait kewajiban pelaku usaha. Pasal 12 secara tegas menyatakan Pelaku usaha yang melakukan usaha dan/atau program yang menghasilkan produk dan/atau kemasan produk wajib melaksanakan program pembatasan timbulan sampah sebagai bagian dari usaha dan/atau programnya.
“Namun dalam proses implementasinya tidak diikuti dengan keseriusan pemerintah dengan melakukan pemetaan pelaku-pelaku usaha yang produknya dijual di pasaran. Misalnya mengidentifikasi produk milik Unilever, KAO, Danon, PNG, dan pelaku usaha lainnya,” katanya.
Hal ini kemudian diikuti dengan ketegasan pemerintah kota untuk
memperingatkan para pelaku usaha bertanggungjawab atas sampah yang dihasilkan dari produk jualannya. Landasan yuridisnya ada pada UU Sampah Nomor 18 Tahun 2008 Pasal 15 yang menyatakan Produsen wajib mengelola kemasan dan/atau barang yang diproduksinya yang tidak dapat atau sulit terurai oleh proses alam.
Terkait dengan penumpukan sampah di beberapa lokasi oleh karena aktifitas
masyarakat. Tidak tepat ketika pemerintah menyalahkan masyarakat. Masyarakat tidak punya pilihan untuk mengelola sampahnya sendiri dikarenakan minimnya pengetahuan masyarakat dalam mengelolah sampah didukung pula dengan minimnya fasilitas pengelolaan sampah oleh pemerintah. Hal yang sama juga terjadi di 21 Kabupaten lainnya di NTT.
Oleh karena itu, WALHI NTT memrekomendasikan Pemerintah Daerah Kabupaten Kota di NTT untuk:
Pertama, mengimplementasikan kebijakan pengelolaan sampah yang benar sesuai
dengan amanat UU Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.
Kedua, tegas memperingatkan pelaku usaha untuk bertanggungjawab atas residu
yang dihasilkan dari sisa produk-produk jualannya;
Ketiga, menyediakan fasilitas dan mengedukasi masyarakat secara tepat.