MATA INDONESIA, KUPANG – Kasus demam berdarah dengue (DBD) di NTT masih terus meningkat. Hal ini turut menjadi perhatian dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) NTT.
Divisi Perubahan Iklim dan Kebencanaan WALHI NTT Deddy F. Holo mengatakan bahwa pemerintah NTT terkesan lamban laiknya keledai sehingga mengabaikan pada keselamatan rakyat.
Menurutnya, cepatnya perkembangan dan penyebaran virus DBD dan angka warga yang terjangkit maupun meninggal dunia erat kaitannya dengan tata kelola kota dan lingkungan hidup (sanitasi).
“Selama ini Walhi NTT melihat sektor ini yang terkesan terabaikan dan kurang dibenahi oleh pihak pemerintah. Tindakan pencegahan masih jauh dari harapan, diperparah dengan model penanganan yang tidak komprehensif mengakibat kejadian ini terus berulang dan cenderung meningkat keparahannya,” ujarnya dalam keterangan pers yang dilihat minews.id, Kamis 24 Januari 2022.
Di tahun 2022 Dinas Kesehatan provinsi NTT kembali merilis jumlah kasus DBD di 14 kabupaten yang mendapatkan predikat Kejadian Luar Biasa. Ini menjadi indikator bahwa pemerintah NTT di kabupaten/kota tidak serius melakukan pencegahan secara dini. Upaya-upaya penanggulangan DBD hanya sebatas pada momentum kasusnya saja.
“Sejauh itu tidak ada upaya memperbaiki sistem sanitasi dan tata kelola lingkungan yang baik untuk menekan kasus DBD di NTT,” katanya.
Dari data analisis epidemiologi dinas kesehatan Provinsi NTT, di tahun 2022 kasus DBD mencapai 58 persen lebih tinggi dari tahun 2021. Kasus DBD yang tinggi disebabkan karena tata kelola sanitasi yang buruk di berbagai daerah. Daya dukung lingkungan menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi kesehatan warga.
“Saat ini masyarakat pun dihadapkan pada persoalan yang sama bahkan lebih buruk lagi karena bukan saja kasus DBD tetapi juga berbagai masalah seperti Covid-19,” ujarnya.
Dalam konteks DBD, NTT dinilai masih memiliki persoalan sampah yang masih menjadi masalah besar. Bahkan WALHI NTT sejak tahun 2019 telah memberikan warning bagi pemerintah di NTT untuk fokus memperbaiki sistem tata kelola sampah dan sanitasi lingkungan.
“Pemerintah saat ini masih seperti “keledai yang jatuh di lubang yang sama”. Inilah situasi pemerintah dalam mencegah DBD saat ini. Seharusnya pemerintah belajar dari pengalaman, mengevaluasi dan bertindak cepat dengan menetapkan keselamatan rakyat sebagai prinsip tertinggi,” katanya.
Upaya pengendalian DBD seharusnya dilakukan secara terintegrasi baik di pengelolaan sampah, sistem sanitasi, daya dukung lingkungan dan implementasi kebijakan anggaran yang baik oleh pemerintah.
“Sejauh ini belum dilakukan secara baik dan terukur. Kita masih saja mengalami masalah yang sama,” ujarnya.
Dalam catatan WALHI NTT kasus DBD terus mengalami peningkatan bahkan di tahun 2021-2022 angka kasus DBD sangat tinggi di beberapa wilayah di NTT.
“Ini perlu disikapi pemerintah secara serius, dengan memperbaiki sistem sanitasi, tata kelola kota, daya dukung lingkungan hidup dan pengelolaan sampah,” katanya.
Demam Berdarah Dengue (DBD) di wilayah NTT sudah menjadi kasus rutin secara tahunan. Dan ironisnya upaya pencegahannya masih sangat rendah akibatnya memicu persoalan kesehatan bagi warga khususnya balita dan anak-anak paling rentan menderita DBD.
“Pola pencegahan yang dilakukan selama oleh pemerintah masih pada urusan semprot-menyemprot (fogging) padahal persoalan utamanya adalah sistem sanitasi yang buruk, pengelolaan sampah, dan tidak memperhatikan daya dukung lingkungan. Ini yang perlu di perbaiki oleh pemerintah kabupaten/kota lewat kebijakannya,” ujarnya.
WALHI NTT akan melakukan gugatan hukum kepada pemerintah di NTT bila pengabaian terhadap keselamatan rakyat dan rasa aman dari ancaman DBD berulang pada tahun tahun mendatang.
WALHI NTT pun meminta pemerintah Kabupaten/Kota untuk mengedepankan keselamatan rakyat dengan memulihkan daya dukung dan tata kelola lingkungan hidup yang baik dan sehat sesuai UU/32/2009.
Selain itu pengelolaan sampah harus berbasis pada UU 18/2008. Pemerintah harus membentuk tim khusus pencegahan ancaman DBD dan penanganan DBD hingga tingkat desa, penyediaan obat-obat dan posko di setiap Kabupaten/kota harus dilakukan segera.
WALHI NTT juga meminta pemerintah untuk mewaspadai dan memastikan tindakan preventif dari ancaman berbagai penyakit akibat perubahan iklim.