MATA INDONESIA, KUPANG – Sudah setahun berlalu, Badai Seroja melanda wilayah NTT. Meski demikian, sejumlah masyarakat yang terdampak belum mendapatkan kompensasi atau bantuan dari pemerintah. Hal ini menjadi salah satu sorotan WALHI NTT dalam diskusi online dengan tema “Menakar Kebijakan Pembangunan Berkelanjutan di NTT (1 Tahun Badai Seroja)” pada Selasa, 19 April 2022.
Turut hadir sebagai narasumber dalam diskusi ini yaitu Kepala BPBD NTT Ambrosius Kodo, S.Sos, Forum PRB NTT Buce Ga dan Direktur Yayasan PIKUL NTT Pantoro Tri Kuswardono.
Ambrosius Kodo, S.Sos mengatakan bahwa ada kesan masyarakat bahwa pemerintah tidak siap menghadapi Seroja. Namun saat badai berlangsung, pihak BPBD NTT membentuk pos komando tanggap darurat untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat terdampak.
“Bantuan logistik juga diberikan oleh pemerintah pusat hingga masa pemulihan. Kami juga membereskan data-data warga terdampak untuk diberikan kepada pemerintah pusat,” ujarnya.
Ia mengungkapkan bahwa saat badai berlangsung pemerintah turut menggelontorkan dana sebesar Rp 849.300 miliar untuk memulihkan rumah-rumah penduduk yang rusak.
“Di 3 kelurahan Kota Kupang sudah berjalan dan 14 Kabupaten lain sedang berproses. Kesulitannya karena dana pendamping belum terealisasi di Kabupaten atau Kota,” katanya.
Ambros juga melanjutkan bahwa pihaknya turut menjalin komunikasi yang baik dengan segenap unsur Pentahelix untuk menyebarkan cegah dini atas semua prediksi yang dikeluarkan oleh BMKG. Kami juga mendorong manajemen pemulihan bencana berbasis nasional.
“Artinya 93 persen yang selamat dari bencana karena dibantu oleh warga sekitar dan inisiatif diri sendiri. Sehingga ada peringatan diri, masyarakat bisa melakukan evakuasi mandiri ke titik evakuasi. Pusat informasi sudah siap 7×24 jam dan diseminasi informasi lewat media juga sudah disiapkan untuk disebarkan ke masyarakat,” ujarnya.
Sementara pemerintah pusat lewat Kementerian PUPR juga memberikan pembangunan di 4 Kabupaten di NTT. Untuk pembangunan di Manulai, Kupang cuma 60 orang yang layak huni. Hal ini sudah disampaikan oleh Walikota Kupang kepada menteri PMK Muhadjir Effendy beberapa waktu lalu.
“Secara kewilayahan, 21 kabupaten terdampak badai Seroja tahun lalu. Untuk realisasi bantuan di Rote Ndao sudah 100 persen, Kota Kupang baru 80 persen dan wilayah lainnya masih berproses,” katanya.
Sementara Buce Ga mengatakan bahwa pemerintah perlu berusaha meningkatkan kapasitas atas aset-aset kehidupan di tengah masyarakat dan menerapkan strategi kehidupan berkelanjutan. Indeks resiko bencana NTT masuk kategori sedang.
“11 kabupaten di NTT masuk kategori beresiko tinggi. Ketersediaan dokumen PRB banyak yang masih terbatas. Kajian resikonya juga belum disiapkan,” ujarnya.
Ia mengapresiasi RPJMD 2018-2023 Provinsi NTT yang sangat fokus kepada pengurangan resiko bencana. Dan di tahun ke empat ini, pemerintah perlu melakukan pengukuran terhadap cara menghadapi bencana. Belum cukup punya analisis yang kuat terhadap dampak yang terjadi secara sektoral, baik di bidang ekonomi, pembangunan.
“Pemerintah agak sulit mengembalikan situasi seperti sedia kala. Pemerintah juga harus menyiapkan strategi untuk meningkatkan mitigasi terhadap pencegahan bencana. Pemerintah juga perlu mendorong peningkatan desa tangguh bencana. Karena baru 30 desa di NTT yang bisa masuk dalam data desa tangguh bencana. Sementara wilayah lainnya belum dapat. Jadi perlu dilakukan evaluasi strategi Kebencanaan di wilayah pariwisata di NTT,” katanya.