MATA INDONESIA, JAKARTA-Utang pemerintah yang terus naik secara signifikan, membuat khawatir beberapa pihak takut tidak terbayar. Namun, hal itu direspon oleh Pakar Makroekonomi dan Pasar Keuangan LPEM Universitas Indonesia, Teuku Riefky.
Berdasarkan laporan BPK yang khawatir pemerintah Indonesia tidak mampu membayar utang yang mencapai Rp6.418,15 triliun.
“Kita tidak pernah memiliki utang secara rasio PDB setinggi ini, tapi kalau dibandingkan banyak negara kita memang jauh lebih aman. Jadi, saya tidak melihat ini sebagai ancaman bahwa kita akan mendekati gagal bayar,” ujar Riefky, Minggu 27 Juni 2021.
Riefky menilai utang pemerintah meningkat karena masa pandemi Covid-19, di mana pemerintah harus menangani krisis kesehatan dan memberi bansos kepada warga terdampak.
“Kalau kita bandingkan dengan negara lain, utang kita melonjaknya tidak yang paling parah. Bahkan, banyak negara yang utangnya sampai di atas 100 persen dari GDP-nya atau mendekati 100 persen. Kita masih 40 persen. Ini pun juga sebelum pandemi kita jauh lebih rendah dari negara lain,” katanya.
BPK melaporkan rasio debt service Indonesia adalah 46,77 persen, rasio pembayaran bunga terhadap penerimaan 19,06 persen dan rasio utang terhadap penerimaan sebesar 369 persen.
“Yang tidak disampaikan oleh BPK, utang Indonesia sebagian besar itu utang jangka panjang. Jadi, kita tidak bicara kita gagal bayar setahun dua tahun, ini adalah utang yang memang jatuh temponya 30 sampai 50 tahun,” katanya.
Dia menilai seiring berjalannya waktu, kemampuan Indonesia membayar utang juga akan meningkat. Meski demikian, utang harus dikelola secara hati-hati dan masyarakat harus terus memantau pengelolaan utang tersebut.
“Saya juga perlu tekankan ini sangat jauh, saya rasa ini bahkan tidak akan mungkin terjadi gagal bayar. Melihat kondisi pandemi ini, ada 50 lebih negara yang utangnya jauh lebih parah dari Indonesia,” katanya.