Utang Indonesia Memang Bertambah, Tetapi Bukan yang Paling Rentan

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA — Para kaum pesimis selalu membayangkan Indonesia akan menjadi Sri Lanka karena utang kita dinilai terlalu banyak sehingga mengakibatkan gagal bayar.

Sebenarnya seberapa rentan kondisi utang Indonesia yang sudah mencapai ribuan triliun rupiah tersebut?

Beruntung Dana Moneter Intersional (IMF) bekerja sama dengan media massa Bloomberg dan CMA memeringkatkan negara-negara yang paling rentan terhadap utang.

Ketiga lembaga itu melakukan studi tingkat kerentanan utang negara (sovereign debt vulnerability) atas 50 negara berkembang.

Studi itu mengurutkan negara paling rentan berdasarkan empat indikator yaitu tingkat imbal hasil dari surat utang negaranya, spread dari credit default swap 5 tahun (5Y-CDS), tingkat beban bunga (interest expense) terhadap produk domestik bruto (PDB), dan tingkat utang negara terhadap PDB.

Hasilnya, El Salvador merupakan negara berkembang dengan tingkat kerentanan utang negara paling tinggi dengan rasionya terhadap PDB mencapai 82,6 persen.

Sedangkan posisi kedua paling rentan adalah Ghana, Tunisia, Pakistan, Mesir, Kenya, Argentina, Ukraina, Bahrain, dan Namibia.

Dari 10 negara tersebut, empat di antaranya berada di Benua Afrika dan tiga di Asia.

Sementara Indonesia menempati peringkat ke-34 dari 50 negara berkembang dalam hal tingkat kerentanan utang negara.

Menurut Bloomberg, Indonesia mencatatkan imbal hasil surat utang negara (SUN) 4,8 persen, spread 5Y-CDS 145 bps, beban bunga 2,6 persen terhadap PDB, dan utang 42,7 persen terhadap PDB.

Indikator itu menunjukkan kondisi utang Indonesia dalam kondisi yang baik, meski di antara negara-negara ASEAN kita dinilai lebih rentan.

Sebab, Filipina berada di peringkat ke-35, Malaysia ke-39 dan Vietnam ke-41 sebagai negara yang kondisi utangnya paling aman di kawasan.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Percepat Digitalisasi Sekolah Rakyat, Pemerintah Jalin Kolaborasi Lintas Sektor

Oleh: Laras Indah Sari Pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto terus mengakselerasi upayadigitalisasi pendidikan nasional melalui program Sekolah Rakyat. Skema kolaborasi lintassektoral pun digencarkan untuk mewujudkan transformasi digital yang menyeluruh dalampelaksanaan program pendidikan bagi masyarakat miskin dan miskin ekstrem tersebut. Kementerian Sosial bekerja sama dengan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk atau BNI untuk mempercepat digitalisasi tata kelola Sekolah Rakyat. Dukungan BNI akan mencakupsistem administrasi digital bagi siswa dan guru mulai dari proses penerimaan peserta didikbaru, kartu pintar siswa, absensi elektronik, hingga Learning Management System (LMS) yang terintegrasi.  Selain itu, BNI juga menyiapkan sistem pengelolaan penyaluran dana dari Kemensos kesekolah, payroll guru, transaksi mitra seperti catering dan laundry, serta dashboard monitoring keuangan sekolah yang seluruhnya menggunakan sistem cashless melalui QRIS dan BNIdirect. Menteri Sosial Saifullah Yusuf atau Gus Ipul menilai digitalisasi menjadi kunci penting untukmodernisasi tata kelola Sekolah Rakyat. Menurutnya, digitalisasi administrasi akan membuatpengelolaan sekolah menjadi lebih efisien, transparan, dan minim kebocoran anggaran.  Melalui dashboard, pemerintah dapat memantau langsung data absensi, konsumsi gizi siswa, hingga kondisi keuangan sekolah secara real-time. Sistem digital BNI diharapkan dapatsegera direalisasikan dan diuji coba agar bisa langsung digunakan pada masa orientasi siswayang dimulai pada 14 Juli mendatang. Saat ini, proses renovasi gedung telah rampung, guru telah disiapkan, dan langkah berikutnya ialah pemasangan alat, kartu siswa, sistem absensi, serta dashboard laporan yang terintegrasi. Program Sekolah Rakyat hadir sebagai bentuk intervensi pemerintah untuk memutus matarantai kemiskinan struktural melalui jalur pendidikan. Sekolah Rakyat dirancang khususmenjangkau anak-anak dari keluarga desil 1 dan 2 dalam Data...
- Advertisement -

Baca berita yang ini