Usulkan Restorative Justice Koruptor, Inilah Johanis Tanak, Pensiunan Jaksa yang Jadi Pimpinan KPK

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA –  Surat pengunduran diri Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Lili Pintauli Siregar akhirnya mendapat persetujuan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Lili mundur karena menjadi sorotan publik atas beberapa perbuatannya yang kontroversial. Sidang etik erhadap Lili dilakukan terkait dugaan penerimaan akomodasi penginapan dan tiket nonton MotoGP Mandalika dari salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Pengganti Lili adalah Johanis Tanak, pensiunan jaksa yang terpilih usai menjalani proses fit and proper test di Komisi III DPR RI. Tanak sebelumnya adalah satu dari lima nama yang tidak terpilih dalam seleksi pimpinan pada 2019 lalu, untuk periode 2019-2023.

Tanak merupakan satu-satunya pensiunan jaksa yang masuk 10 besar calon pimpinan KPK 2019-2023. Saat proses seleksi itu, dia masih menjabat Direktur Tata Usaha Negara pada Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara. Tanak pernah menjadi Kepala Kejaksaan Tinggi Jambi pada 2020, Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi Riau (2014) serta Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah pada (2016).

Pria ini merupakan alumnus Fakultas Hukum Unhas tahun 1983. Pada Juni 2019 lalu ia lulus disertasi untuk mendapatkan Gelar Doktor Program Studi Ilmu Hukum di Universitas Airlangga.

Sebagai pensiunan jaksa, harta kekayaan Tanak juga luar biasa. Ia punya  tiga bidang tanah di Jakarta Timur dan Karawang serta satu bidang tanah dan bangunan di Jakarta Timur. Total senilai Rp 4.574.648.000

Kendaraan berupa mobil Toyota Corolla 1997, CR-V 2004, motor Yamaha Mio 2011, dan mobil Willys Universal CJ 7 Tahun 1980. Nilai totalnya Rp 239.000.000. Ia juga punya Harta bergerak lainnya: Rp 55.000.000. Surat berharga: Rp 200.000.000. Kas dan setara kas: Rp 3.842.520.628

Sehingga total kekayaan Tanak adalah: Rp 8.911.168.628.

Restorative Justice Korupsi

Hal kontrovesial Tanak saat fit and proper test di Komisi III DPR RI, adalah ide soal restorative justice (RJ) untuk kasus korupsi.

“Saya mencoba berpikir untuk RJ untuk tindak pidana korupsi. Restorative justice. Tetapi apakah mungkin yang saya pikirkan itu bisa diterima? harapan saya bisa diterima. Karena pikiran saya, RJ tidak hanya bisa dilakukan pada tindak pidana umum termasuk juga perkara tindak pidana khusus dalam hal ini korupsi,” kata Tanak.

Dia menilai, penerapan RJ bisa saja meski dalam pasal 4 UU Tipikor, apabila ada kerugian negara maka tidak bisa menghapus proses tindak pidana korupsi. Dia menggunakan teori hukum untuk menjawab kendala itu.

“Hal itu berdasarkan teori ilmu hukum yang ada. Peraturan yang ada sebelumnya kesampingkan dengan aturan yang ada setelahnya,” kata Tanak.

Dia pun kemudian merujuk pada UU tentang BPK. RJ ini menurut Tanak mengacu pada UU tersebut. Dia menjelaskan, dalam UU BPK, apabila dalam audit investigasi BPK ada suatu kerugian keuangan negara, maka BPK akan memberikan kesempatan 60 hari kepada yang bersangkutan. Untuk mengembalikan kerugian negara tersebut.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Flu Singapura Tak Ditemukan di Bantul, Dinkes Tetap Waspadai Gejala yang Muncul

Mata Indonesia, Bantul - Dinkes Kabupaten Bantul menyatakan bahwa hingga akhir April 2024 kemarin, belum terdapat kasus flu Singapura yang teridentifikasi. Namun, Dinkes Bantul tetap mengimbau masyarakat untuk tetap waspada. "Kami belum menerima laporan terkait kasus flu Singapura di Bantul. Kami berharap tidak ada," ujar Agus Tri Widiyantara, Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Bantul, Sabtu 4 Mei 2024.
- Advertisement -

Baca berita yang ini