MATA INDONESIA, JAKARTA – Aksi teror seolah tidak pernah hilang dari bumi pertiwi. Kelompok teroris masih bergerak untuk melancarkan aksi teror demi kepentingan kelompoknya. Akibatnya keamanan nasional terancam sehingga pemerintah harus mewaspadai pergerakan kelompok tersebut agar ruang geraknya dapat dibatasi.
Tentu bukan tugas mudah bagi pemerintah untuk mengantisipasi gerak-gerik kelompok teror setiap saat. Terlebih kini kelompok teror selalu memiliki cara untuk menggalang kekuatan demi memperkuat kelompoknya. Salah satunya dengan merekrut anak-anak usia remaja.
Pengamat Intelijen dan Terorisme, Stanislaus Riyanta, juga menilai bahwa remaja kerap dimanfaatkan untuk memenuhi tujuan kelompok radikal atau teroris.
“Remaja adalah korban. Karena ada propaganda dan doktrinasi supaya mereka mau melakukan hal yang diatur atau yang menjadi garis kelompok tersebut,”ujar Stanislaus.
Keterlibatan para usia remaja dalam aksi teror dipengaruhi oleh beberapa faktor pemicu. Pertama, yakni remaja merupakan usia yang mudah dipengaruhi karena mayoritas remaja butuh eksistensi. Kedua, yakni masalah keluarga bisa menjadi pemicu seorang remaja mencari pelarian. Situasi ini dimanfaatkan oleh kelompok teroris.
Mak,a menurut Stanislaus Riyanta, mereka bisa didoktrin ihwal aksi teror merupakan sebuah perjuangan. Kondisi inilah yang menyebabkan para remaja rentan terpapar ideologi radikalisme.