MATA INDONESIA, NAYPYIDAW – Pasukan keamanan Myanmar melepaskan tembakan saat acara pemakaman –ketika para pelayat di seluruh negeri berkumpul untuk melepaskan salam perpisahan terhadap 114 korban meninggal dunia dalam tindakan keras selama aksi unjuk rasa.
Para pelayat berhamburan, ketika pasukan Myanmar melepaskan tembakan. Tidak ada laporan mengenai korban yang jatuh, berdasarkan keterangan tiga orang di kota Yangon tersebut.
“Saat kami menyanyikan lagu revolusi untuknya, pasukan keamanan baru saja datang dan menembak kami. Orang-orang, termasuk kami, lari saat mereka melepaskan tembakan,” kata seorang wanita bernama Aye yang berada di layanan tersebut, melansir Reuters, Senin, 29 Maret 2021.
Sementara dalam insiden di tempat lain di Myanmar, sebanyak 12 orang lain dilaporkan meninggal dunia, berdasarkan laporan Kelompok Advokasi Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik. Dengan begitu korban tewas di Myanmar sejak kudeta pecah awal Februai menjadi 459 jiwa.
Ribuan penduduk desa di daerah perbatasan memutuskan untuk melarikan diri ke negara tetangga, Thailand, setelah serangan udara militer Myanmar terhadap salah satu dari beberapa milisi etnis meningkatkan serangan sejak kudeta, kata seorang saksi mata dan media lokal.
Tidak ada laporan tentang protes berskala besar di Yangon atau Mandalay pada Sabtu (27/3), atau saat perayaan Hari Angkatan Bersenjata Myanmar. Tetapi orang-orang di Mandalay mengepung sebuah kantor polisi larut malam, menuduh pasukan keamanan melakukan pembakaran setelah lima rumah dibakar, kata penduduk.
Setidaknya enam anak berusia antara 10 dan 16 tahun termasuk di antara korban meninggal dunia pada Sabtu (27/3), menurut laporan berita dan saksi mata. Para pengunjuk rasa menyebut para korban sebagai “Bintang Jatuh”.
Sejak kudeta pada awal Februari, unjuk rasa menentang pemerintahan junta militer terus bermunculan di setiap sudut Myanmar. Mereka bahkan tak lagi khawatir bila nyawa mereka menjadi taruhannya, demi tercipta demokrasi di tanah air yang mereka cintai.
Kekerasan dan kebiadaban telah memaksa banyak warga di Myanmar memikirkan cara-cara baru untuk mengekspresikan penolakan mereka ke pemerintahan junta militer. Warga yang melakukan demonstrasi di 20 titik di seluruh negeri, melakukan protes baik pagi maupun malam hari.