MATA INDONESIA, ABU DHABI – Uni Emirat Arab (UEA) siap memfasilitasi upaya perdamaian antara Israel dan Palestina, kata penguasa de facto negara Teluk itu dalam sambutan yang disiarkan oleh media pemerintah pada Minggu (23/5).
Putra Mahkota UEA, Sheikh Mohammed bin Zayed al-Nahyan membuat komentar tersebut dalam panggilan telepon dengan Presiden Mesir Abdel Fattah al-Sisi, yang negaranya, dan dengan dukungan AS, menjadi mediator dalam gencatan senjata antara Israel dan Hamas, Palestina.
Sebagaimana diketahui, pada Jumat (21/5), setelah pertempuran selama 11 hari dan menelan 232 jiwa warga Palestina dan 12 warga Israel, Hamas dan Israel akhirnya sepakat melakukan gencatan senjata dengan Mesir sebagai mediator.
“UEA siap bekerja dengan semua pihak untuk mempertahankan gencatan senjata dan mencari jalan baru untuk mengurangi eskalasi dan mencapai perdamaian”, kantor berita negara WAM mengutip ucapan Sheikh Mohammed, melansir Reuters, Senin, 24 Mei 2021.
Akan tetapi, sang Putra Mahkota menekankan perlunya upaya tambahan, terutama oleh para pemimpin Israel dan Palestina. Di tengah kekhawatiran global yang meningkat, Presiden Biden telah mendesak Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu untuk mengupayakan de-eskalasi, sementara Mesir, Qatar, dan PBB berusaha menengahi.
Tahun lalu, Uni Emirat Arab menandatangani kesepakatan normalisasi dengan pihak Israel, yang kemudian langkah tersebut diikuti oleh Bahrain, Sudan, dan Maroko. Keputusan ini dikecam oleh Palestina, karena meninggalkan posisi bersatu di mana negara-negara Arab akan berdamai hanya di bawah solusi dua negara, negosiasi yang telah menemui jalan buntu selama bertahun-tahun.
Duta Besar UEA untuk Washington Yousef al-Otaiba pada bulan lalu mengatakan bahwa pembentukan saluran formal di bawah perjanjian tersebut akan memungkinkan negara Teluk untuk memainkan peran diplomatik yang sama dalam konflik Israel-Palestina ke Mesir dan Yordania, yang memiliki kesepakatan damai dengan Israel.
Sementara Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres mengatakan bahwa para pemimpin Israel dan Palestina memiliki tanggung jawab di luar pemulihan ketenangan untuk mengatasi akar penyebab konflik.
“Gaza adalah bagian integral dari negara Palestina di masa depan dan tidak ada upaya yang harus dilakukan untuk mewujudkan rekonsiliasi nasional yang nyata yang mengakhiri perpecahan,” kata Guterres.