Toleransi Antara Islam dan Kristen di Papua Sudah Terbentuk Sejak 200 Tahun Lalu

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Masyarakat Papua sangat menjunjung tinggi perbedaan. Bahkan hubungan yang harmonis antara agama Islam, Kristen dan Katolik telah terjalin dalam kurun waktu yang lama. Hal ini diungkapkan oleh Ketua Perwakilan Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Papua Toni Wanggai.

“Hubungan Islam dan Kristen di Papua sangat harmonis, sudah berlangsung sejak 200 tahun yang lalu, di mana Sultan Tidore mengantar misionaris Kristen dari Jerman Otto dan Greisler di Papua pada 1855,” ujarnya webinar bertajuk Religions Education and the challenge of harmony In papua-indonesia and cape-town-south Africa: A comparison pada Rabu 18 Agustus 2021.

Hubungan yang harmonis itu lantas membuat para misionaris tersebut mulai memadukan ajaran agama Kristen dengan budaya setempat. Di antaranya menerjemahkan Al Kitab ke dalam bahasa daerah sehingga agama tersebut berkembang pesat di Papua.

Sementara untuk agama Islam, kata Toni, telah ada di Papua sejak abad 15 melalui interkasi dengan Kerajaan Tidore. Kemudian pada abad 16 terbentuk kerajaan-kerajaan Islam yang terletak di Raja Ampat.

Ia juga mengungkapkan bahwa di Bumi Cenderawasih, agama merupakan bagian penting pada sistem sosio-kultural masyarakat yang didasarkan pada prinsip ‘satu tungku tiga batu’.

Frasa tungku artinya kehidupan di wilayah Papua, sedangkan frasa batu artinya pemerintah, adat, dan agama. Selain itu, frasa tiga batu juga biasa diasosiasikan dengan tiga agama yaitu Islam, Kristen, dan Katolik.

Menurut Anggota Majelis Rakyat Papua (MRP) ini, prinsip hidup tersebut masih dipegang kuat hingga kini termasuk soal pembagian kekuasaan.

“Misalnya, Gubernur Papua memeluk agama Kristen, Wakil Gubernur seorang muslim dan Sekda Papua memeluk Katolik atau sebaliknya,” katanya.

Hal senada juga diungkapkan oleh Antropolog Ikhsan Tanggok. Selain di ranah pemerintahan, toleransi dan harmoni antar agama di Papua terjadi dalam kehidupan sehari-hari dan institusi pendidikan.

Ada tiga institusi pendidikan Islam yang memiliki peran penting dalam menciptakan harmoni dan toleransi di Papua, yaitu Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah dan Yapis.

Tak hanya itu, ia mengungkapkan bahwa salah satu tradisi Papua yang kental dengan toleransi adalah Bakar Batu. Tradisi bakar batu memiliki arti yang dalam, yaitu sebagai ungkapan terima kasih kepada Tuhan dan simbol dari solidaritas yang kuat. “Bakar batu juga dapat digunakan sebagai media damai antara kelompok yang berperang,” ujarnya.

Simbol harmoni yang lain yaitu Masjid Patimburak, di Desa Patimburak, Fakfak, Papua Barat. Masjid Patimburak dibangun oleh Raja Pertuanan Wertuar pada 1870.

“Arsitektur masjid ini sangat unik karena merupakan kombinasi dari masjid dan gereja. Masjid ini dibangun oleh tiga kelompok agama, yaitu Islam, Katolik dan Protestan,” katanya.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Waspada Ancaman Radikalisme Jelang Pilkada Papua 2024

Jayapura – Masyarakat untuk tetap berhati-hati terhadap potensi munculnya ancaman radikalisme, terorisme serta tindakan intoleransi jelang Pilkada Serentak 2024. Menjelang...
- Advertisement -

Baca berita yang ini