MATA INDONESIA, NEW YORK – Sebuah laporan PBB mengungkapkan bahwa Taliban dan sekutunya membunuh lebih dari 100 mantan anggota pemerintah Afghanistan, personel keamanan, dan orang-orang yang bekerja dengan pasukan internasional.
Laporan tersebut menggambarkan pembatasan berat hak asasi manusia oleh penguasa fundamentalis baru Afghanistan. Selain pembunuhan politik, hak-hak perempuan, dan hak untuk protes juga dikekang.
“Meskipun pengumuman amnesti umum untuk mantan anggota pemerintah, pasukan keamanan, dan mereka yang bekerja dengan pasukan militer internasional, UNAMA terus menerima tuduhan pembunuhan, penghilangan paksa, dan pelanggaran lain yang kredibel terhadap orang-orang ini,” tutur Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres.
Sejak Taliban menguasai Kabul pada 15 Agustus 2021, misi PBB di Afghanistan telah menerima lebih dari 100 laporan pembunuhan yang dianggap kredibel, demikian bunyi laporan tersebut.
Lebih dari dua pertiga dari pembunuhan itu adalah pembunuhan ekstra-yudisial yang dilakukan oleh otoritas de facto atau afiliasinya.
“Selain itu, pembela hak asasi manusia dan pekerja media terus mendapat serangan, intimidasi, pelecehan, penangkapan sewenang-wenang, perlakuan buruk, dan pembunuhan,” ucapnya.
Laporan PBB tersebut juga merinci tindakan keras pemerintah Taliban terhadap protes damai, serta kurangnya akses bagi perempuan dan anak perempuan untuk bekerja dan belajar.
“Seluruh sistem sosial dan ekonomi yang kompleks sedang dimatikan,” sambung Guterres, melansir Barrons, Senin, 31 Januari 2022.
Afghanistan berada dalam cengkeraman bencana kemanusiaan, diperparah oleh pengambilalihan alihan kekuasaan Taliban yang mendorong negara-negara Barat untuk membekukan bantuan internasional dan akses ke aset bernilai miliaran dolar yang disimpan di luar negeri.
Afghanistan, sebuah negara yang terletak di Asia Tengah dan Asia Selatan ini hampir seluruhnya bergantung pada bantuan asing di bawah pemerintah yang didukung AS sebelumnya. Tetapi pekerjaan telah mengering dan sebagian besar pegawai negeri belum dibayar selama berbulan-bulan.
Sejauh ini, belum ada negara yang mengakui pemerintah Taliban, dengan sebagian besar menonton untuk melihat bagaimana kelompok ini membatasi kebebasan.
Dengan semakin dalamnya jurang kemiskinan dan kekeringan yang menghancurkan pertanian di banyak daerah, PBB telah diperingatkan bahwa setengah dari 38 juta penduduk Afghanistan menghadapi kekurangan pangan.
Pada Desember 2021, Dewan Keamanan PBB mengadopsi resolusi AS untuk mengizinkan beberapa bantuan mencapai warga Afghanistan yang putus asa tanpa melanggar sanksi internasional.