MATA INDONESIA, JAKARTA – Selama ini, transportasi darat selalu dikambinghitamkan atas polusi udara di Jakarta. Faktanya, menurut laporan terbaru lembaga CREA, pencemaran udara di ibu kota diakibatkan oleh PLTU batu bara di wilayah Banten dan Jawa Barat.
Laporan ini menunjukkan adanya sumber emisi tak bergerak yang memberi dampak signifikan pada beban polusi di Jakarta. Selain PLTU, pabrik dan fasilitas industri di dua provinsi tersebut juga ikut menyumbang polusi.
“Pada bulan-bulan kering Mei hingga Oktober, ketika tingkat pencemaran keseluruhan di kota ini paling tinggi, sumber-sumber dari PLTU Batu Bara dan pabrik industri di sebelah timur Jakarta dari Bekasi, Karawang, Purwakarta hingga Bandung akan memberikan dampak yang lebih besar pada kualitas udara,” kata Analis CREA, Isabella Suarez saat konferensi virtual, Selasa 11 Agustus 2020.
Ia menjelaskan, kondisi meteorologi di Jawa Barat merupakan faktor dalam pergerakan lintas batas pencemar. Kecepatan angin, suhu, kelembaban, dan curah hujan dapat memengaruhi konsentrasi dan penyebaran pencemaran udara dari sumber aslinya.
CREA menggunakan model HYSPLIT yang dikembangkan oleh U.S. NOAA, didasari oleh data cuaca dari 2017 hingga 2020 untuk menghasilkan pola aliran udara dan lintasan angin yang berbeda untuk dua musim Indonesia.
Pemodelan menunjukkan bahwa dalam tujuh bulan musim hujan, November hingga Mei, angin datang dari arah timur laut dan tenggara, membawa emisi dari sumber emisi di Sumatera Selatan, Lampung, Banten, dan Bogor di Jawa Barat.
Pada musim kemarau, Juni hingga Oktober, lintasan angin lebih sering datang dari Jawa Barat. Hal ini menunjukkan bahwa sumber emisi di timur dan tenggara Jakarta memiliki dampak yang lebih besar pada kualitas udara di musim kemarau.
polusi udara + covid-19= double trouble