Temuan Ilmiah, Sampah Plastik Adalah Cara Murah Atasi Polusi Udara

Baca Juga

MATA INDONESIA, HOUSTON – Limbah plastik yang banyak ditemui di Indonesia ternyata bisa menjadi penyerap karbon dioksida (CO2) yang efektif untuk industri.

Itu adalah temuan laboratorium Rice University yang melaporkan hasil temuannya itu di jurnal American Chemical Society (ACS) Nano.

Penelitian itu dilakukan ahli kimia Rice James Tour dan penulis pendamping alumni Rice Wala Algozeeb.

Selain itu, mahasiswa pascasarjana Paul Savas dan peneliti pascadoktoral Zhe Yuan.

Mereka melaporkan memanaskan sampah plastik dengan kalium asetat menghasilkan partikel dengan pori-pori skala nanometer.

Partikel-partikel yang muncul itu ternyata akan menjebak molekul-molekul karbon dioksida di udara.

Seperti dilansir laman resmi Rice University, Minggu 10 April 2022, partikel-partikel itu bisa digunakan menghilangkan CO2 dari aliran gas buang.

“Sumber titik emisi CO2 seperti cerobong asap pembangkit listrik dapat dipasang dengan bahan yang berasal dari limbah plastik ini untuk menghilangkan sejumlah besar CO2 yang biasanya memenuhi atmosfer,” kata James Tour.

Menurutnya, cara itu bisa mengatasi dua masalah sekaligus yaitu sampah plastik yang semakin bertumpuk dan pengurangan emisi CO2.

Proses pirolisis plastik saat ini yang dikenal merupakan daur ulang kimia menghasilkan minyak, gas dan lilin.

Tetapi produk sampingan karbon itu selama ini hampir tidak berguna.

Namun, pirolisis plastik dengan kalium asetat menghasilkan partikel berpori yang mampu menahan CO2 hingga 18 persen dari beratnya sendiri pada suhu kamar.

Laboratorium ini memperkirakan biaya penangkapan karbon dioksida dari sumber titik seperti gas buang pasca-pembakaran akan menjadi 21 dolar AS per ton.

Angka itu, jauh lebih murah dari proses berbasis amina yang intensif energi.

Itu umum digunakan menarik karbon dioksida dari gas alam dengan harga 80-160 dolar AS per ton.

Untuk membuat bahan itu, sampah plastik diubah menjadi bubuk, dicampur dengan kalium asetat dan dipanaskan pada suhu 600 C selama 45 menit.

Itu untuk mengoptimalkan pori-pori yang sebagian besar berukuran sekitar 0,7 nanometer.

Temperatur yang lebih tinggi menyebabkan pori-pori lebih lebar.

Proses ini juga menghasilkan produk sampingan lilin yang dapat didaur ulang menjadi deterjen atau pelumas, menurut peneliti.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Semua Pihak Perlu Bersinergi Wujudkan Pilkada Damai

Pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) merupakan momen penting dalam kehidupan demokrasi di Indonesia. Pilkada tidak hanya sekadar agenda politik,...
- Advertisement -

Baca berita yang ini