MATA INDONESIA, JAKARTA – Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed) memangkas pembelian obligasi negara dan aset lainnya (tapering off) sebelum pergantian tahun.
Kebijakan ini mendapat respons dari berbagai negara, termasuk Indonesia. Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Purbaya Yudhi Sadewa menyebutkan perubahan tapering off Bank Sentral AS, The Fed membawa dampak positif ke perekonomian Indonesia. ‘‘Tapering akan membawa perekonomian Amerika tumbuh di laju potensialnya sehingga akan berdampak positif kepada ekonomi global maupun Indonesia,” ucap Purbaya dalam Konferensi Pers Penetapan Tingkat Bunga Penjaminan LPS secara daring, Rabu, 29 September 2021.
Purbaya menekankan agar Indonesia bisa terus menyesuaikan kebijakan fiskal dan moneter yang tepat dan lebih baik lagi kedepannya. Risiko volatilitas akibat rencana tapering Fed akan tetap menjadi fokus perhatian yang dampaknya mesti diukur.
Menurut Purbaya, tapering tersebut merupakan usaha AS untuk membuat perekonomiannya tidak terlalu panas dan tumbuh cepat di atas laju potensialnya.
”Kalau itu yang terjadi maka seharusnya ekonomi AS bisa tumbuh di laju potensialnya dalam waktu yang lama. Artinya bisa sampai 10 tahun ke depan dari sekarang,” ujarnya.
Ia menilai secara umum rencana tapering yang akan mulai berlaku pada akhir 2021 sudah lebih relatif dapat diterima oleh pelaku pasar. Dan tidak akan langsung terjadi secara mendadak. ”Jadi itu sinyal suatu pertumbuhan ekonomi global yang berkesinambungan akan terjadi,” ujarnya.
Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan dampak dari kebiajakan penarikan stimulus moneter oleh The Fed tak akan sebesar taper tantrum 2013. Perry bahkan mengatakan BI telah melakukan antisipasi sejak Februari 2021 dengan kebijakan triple intervention untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah. Jurus triple intervention BI, yaitu intervensi jual di pasar spot, pasar Domestik Non-Deliverable Forward (DNDF) atau pasar berjangka valas. Serta pembelian Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder.