MATA INDONESIA, KABUL – Taliban menepis tudingan PBB yang menyatakan bahwa kelompok itu telah membunuh lebih dari 100 mantan pejabat Afghanistan sejak kembali ke tampuk kekuasaan pada 15 Agustus 2021.
Laporan PBB menggambarkan pembatasan berat hak asasi manusia oleh penguasa fundamentalis baru Afghanistan. Selain pembunuhan politik, hak-hak perempuan, dan hak untuk protes juga dikekang.
Laporan tersebut juga merinci tindakan keras pemerintah Taliban terhadap protes damai, serta kurangnya akses bagi perempuan dan anak perempuan untuk bekerja dan belajar.
“Informasi Sekjen PBB bahwa ratusan anggota pemerintahan sebelumnya tewas setelah pemerintahan Imarah Islam adalah tidak benar. Setelah amnesti umum, tidak ada yang diizinkan untuk menyakiti siapa pun,” tegas juru bicara pemerintah sementara, Zabihullah Mujahid dalam akun Twitter.
Zabihullah menambahkan bahwa jika ada pembunuhan yang diduga merupakan hasil dari balas dendam pribadi, maka pemerintah Taliban akan menyelidiki dan menghukum para pelaku, seperti dilansir Anadolu Agency, Selasa, 1 Februari 2022.
Dalam pernyataan terpisah, Kementerian Dalam Negeri sementara juga membantah laporan tersebut. Kementerian tersebut mengatakan bahwa beberapa insiden di mana pejabat militer dari pemerintahan sebelumnya menjadi sasaran atas dasar permusuhan pribadi sedang diselidiki.
“Ada tuduhan yang dapat dipercaya bahwa Taliban telah membunuh lebih dari 100 tentara dan pejabat Afghanistan sejak Agustus,” Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengatakan dalam sebuah laporan kepada Dewan Keamanan PBB.
Laporan tersebut menambahkan bahwa lebih dari dua pertiga korban diduga dibunuh di luar proses hukum oleh Taliban atau afiliasinya. Taliban memasuki Kabul pada 15 Agustus 2021 tanpa perlawanan dari tentara Afghanistan atau presiden negara itu, Ashraf Ghani, yang melarikan diri.
Pemerintahan Taliban menjanjikan amnesti umum bagi mereka yang terkait dengan pemerintah sebelumnya dan pasukan internasional. Guterres menambahkan bahwa Afghanistan saat ini menghadapi berbagai krisis termasuk darurat kemanusiaan, kontraksi ekonomi dan kekeringan.