Tak Hanya Buka Baju, Meludah di Laga Sepak Bola Bakal Diganjar Kartu Kuning

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA-Dua pelanggaran kembali dipertegas oleh FIFA. Pertama membuka baju saat pertandingan berlangsung dan yang kedua meludah di lapangan yang kini menjadi sorotan karena wabah virus corona.

Meludah di lapangan sepak bola yang dilakukan pemain saat pertandingan masih berjalan adalah kebiasaan buruk dan harus mulai ditegaskan sanksinya.

Seperti diketahui, air ludah merupakan sarana penyebaran berbagai penyakit, termasuk Covid-19. Hal itu berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan, dan FIFA menilai ludah di rumput bisa menjadi media penularan sehingga membahayakan.

Bagi para pesepakbola sendiri, meludah memang kerap dilakukan saat pertandingan berlangsung.  Bahkan hal itu menjadi sebuah kebiasaan untuk mengurangi rasa kering di tenggorokan.

Hal ini pula yang membuat anggota Komite Kesehatan FIFA, Michel D’Hooghe, berulang menyatakan, meludah sangat tidak sehat, meski sudah menjadi hal biasa dalam sepak bola.

Karena itu, dirinya berharap para pemain sepak bola bersedia mengubah kebiasaan jelek itu, mengingat ancaman virus Corona belum mereda.

“Itu kebiasaan yang tidak sehat dan bisa menjadi media penularan virus. Kita harus berhati-hati saat sepak bola nanti dimulai lagi. Saya tak pesimistis, hanya sedikit ragu,” jelas D’Hooghe, seperti dilansir The Telegraph.

Meski FIFA sudah mengeluarkan aturan tentang meludah di lapangan, tapi tentu saja penerapannya baru bisa dilakukan ketika kompetisi berjalan kembali.

Dan, apakah dengan sanksi kartu kuning itu, nantinya bisa merubah kebiasaan buruk para pesepakbola? Kita tunggu pandemi covid-19 sirna dan berbagai laga kembali dihelat di berbagai negara.

1 KOMENTAR

  1. Aturan yg sangat menyiksa bagi pemain sepakbola, karena sulit utk tidak buang ludah, karena kelelahan.
    Solusinya buat banyak westafle di pinggir lapang, sebagai sarana buang ludah akibat kelelahan. Dan juga air minum automatis.
    #KomenPositif

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Sistem Kontrak Kerja jadi Masalah Generasi Muda, GMNI Singgung Keadilan Ketenagakerjaan di Indonesia

Sistem Kontrak Kerja jadi Masalah Generasi Muda, GMNI Singgung Keadilan Ketenagakerjaan di Indonesia Kondisi ketenagakerjaan saat ini menghadirkan berbagai tantangan signifikan yang berdampak pada kesejahteraan pekerja, terutama dalam menghadapi ketidakpastian kerja dan fenomena fleksibilitas yang eksploitatif atau dikenal sebagai flexploitation. Sistem kontrak sementara kerap menjadi salah satu akar permasalahan, karena tidak menjamin kesinambungan pekerjaan. Situasi ini semakin diperburuk oleh rendahnya tingkat upah, yang sering berada di bawah standar kehidupan layak, serta minimnya kenaikan gaji yang menambah beban para pekerja. Selain itu, kurangnya perlindungan sosial, seperti jaminan kesehatan yang tidak memadai, serta lemahnya penegakan hukum memperkuat kondisi precarization atau suatu kerentanan struktural yang terus dialami oleh pekerja. Di sisi lain, keterbatasan sumber daya negara juga menjadi penghambat dalam mendorong pertumbuhan sektor ekonomi kreatif yang potensial, di mana banyak pekerja terjebak dalam tekanan produktivitas tanpa disertai perlindungan hak yang memadai. Dalam konteks ini, generasi muda, termasuk kader-kader Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), menjadi kelompok yang paling rentan terhadap dinamika pasar kerja yang semakin eksploitatif. Generasi ini kerap menghadapi kontradiksi antara ekspektasi tinggi terhadap produktivitas dan inovasi dengan realitas kerja yang penuh ketidakpastian. Banyak dari mereka terjebak dalam sistem kerja fleksibel yang eksploitatif, seperti tuntutan kerja tanpa batas waktu dan kontrak sementara tanpa jaminan sosial yang memadai. Akibatnya, kondisi precarization semakin mengakar. Bagi kader GMNI, yang memiliki semangat juang dan idealisme tinggi untuk memperjuangkan keadilan sosial, situasi ini menjadi ironi. Di satu sisi, mereka harus tetap produktif meskipun kondisi kerja tidak mendukung, sementara di sisi lain mereka memikul tanggung jawab moral untuk terus memperjuangkan aspirasi kolektif para pekerja. Kondisi ini tidak hanya memengaruhi kesejahteraan individu, tetapi juga dapat mengikis potensi intelektual, semangat juang, serta daya transformasi generasi muda dalam menciptakan struktur sosial yang lebih adil. Oleh karena itu, peran negara menjadi sangat penting untuk merumuskan kebijakan yang konkret dan menyeluruh. Kebijakan ini harus memastikan pemenuhan hak-hak dasar pekerja, termasuk perlindungan sosial yang layak, serta penegakan regulasi yang konsisten untuk mengurangi ketimpangan dan menghentikan eksploitasi dalam sistem kerja fleksibel. Tanpa langkah nyata tersebut, ketimpangan struktural di pasar tenaga kerja akan terus menjadi ancaman bagi masa depan generasi muda dan stabilitas tatanan sosial secara keseluruhan.
- Advertisement -

Baca berita yang ini