MATA INDONESIA, JAKARTA – Rencana PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (kode saham GIAA) untuk membayar utang yang menggunung sirna. Aksi korporasi untuk menghimpun dana sebesar 900 juta dolar AS atau setara Rp 12,6 triliun (kurs Rp14 ribu per dolar AS) belum bisa terwujud dalam waktu dekat.
Sesuai keterbukaan informasi pada laman Bursa Efek Indonesia (BEI), pembatalan dilakukan lantaran belum tersedia laporan keuangan limited review atau laporan keuangan audit hingga tanggal pelaksanaan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) pada 22 Januari 2019 mendatang.
Menurut Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Utama Garuda Indonesia Fuad Rizal, hal itu disebabkan karena syarat laporan keuangan limited review tersebut tercantum dalam Peraturan Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam)-Lembaga Keuangan (LK) Nomor IX.E.2 tentang Transaksi Material dan Perubahan Kegiatan Usaha Utama.
“Pembatalan transaksi material pendanaan perseroan sehubungan dengan rencana penerbitan global sukuk dan/atau instrumen keuangan lainnya dengan jumlah maksimum sebesar 900 juta dolar AS untuk pembiayaan kembali (refinancing),” ujarnya dalam keterbukaan informasi, Selasa 31 Desember 2019.
Menghadapi sengkarut utang ini, kata Fuad, manajemen pun masih mencari opsi pendanaan lain agar pembayaran utang tetap bisa dilakukan. Soalnya, Garuda Indonesia memiliki utang jatuh tempo dalam satu tahun ke depan.
“Perusahaan (akan) melakukan pengkajian alternatif pendanaan lain untuk memastikan tetap terealisasinya tujuan refinancing,” katanya.
Sebelumnya, Garuda Indonesia berencana merilis sejumlah instrumen investasi demi mendapatkan dana segar untuk membayar utang. Pertama, Garuda Indonesia berencana merilis global sukuk dengan nilai 750 juta dolar AS yang dijadwalkan jatuh tempo pada 2024 mendatang.
Kemudian, perusahaan akan membayarkan kupon kepada investor tiap enam bulan sekali. Hanya saja, tingkat kupon masih dalam proses negosiasi.
Kedua, perusahaan berencana mencari pendanaan lewat private placement obligasi senilai 750 juta dolar AS. Instrumen ini akan jatuh tempo selambat-lambatnya pada 2024.
Ketiga, Garuda Indonesia akan menggunakan skema peer to peer lending dengan nilai 500 juta dolar AS. Perusahaan akan membayar bunga setiap tiga bulan sekali.
Manajemen akan meminta restu pemegang saham dalam merealisasikan rencananya mencari pendanaan dalam RUPSLB.
Mengutip laporan keuangan 2018, perusahaan memiliki utang yang akan jatuh tempo dalam satu tahun sebesar 1,63 juta dolar AS. Sedangkan utang jatuh tempo di atas satu tahun senilai 77 juta dolar AS.