MATA INDONESIA, JAKARTA – Dua hari belakangan, nama Sritex menjadi perbincangan. Sejatinya nama itu bukan sebuah entitas bisnis kacangan yang miskin, namun perusahaan garmen terbesar di Asia Tenggara yang memasok seragam tentara NATO dan pasukan khusus Filipina.
Pabrik tekstil yang nama lengkapnya PT Sri Rejeki Isman Tbk. dan berdiri di Jalan KH Samanhudi Nomor 88, Jetis Sukoharjo itu bermula sebagai perusahaan perdagangan yang didirikan HM Lukminto pada 1966.
Lukminto seperti dilansir sritex.co.id berdagang di Pasar Klewer, Solo dengan kios hanya berukuran kecil yang diberi nama UD Sri Rejeki.
Dua tahun kemudian, lelaki dengan nama asli Ie Djie Shien membangun pabrik cetak kain atau printing di Baturono, Solo pada 1968.
Pada 1972, Lukminto memberi nama pabrik Sri Rejeki Isman Tbk dan mulai didaftarkan sebagai perseroan terbatas (PT) di Kementerian Perdagangan pada 1978.
Empat tahun kemudian, perusahaan itu mendirikan pabrik tenun pertama, lalu 10 tahun kemudian meluaskan pabrik dengan begitu bisa melakukan penambahan empat lini produksi yaitu pemintalan, penenunan, sentuhan akhir dan busana yang dijadikan satu atap.
Setelah itu Sritex semakin berkibar dengan berhasil mendapat proyek pembuatan seragam militer dari 35 negara anggota NATO serta militer Jerman.
Hebatnya lagi, Sritex berhasil melewati krisis moneter tahun 1998, bahkan pertumbuhan produksinya bahkan hingga delapan kali lipat tahun 1992.
Semakin berkembang, perusahaan itu kemudian terdaftar di Bursa Efek Indonesia dengan kode ticker SRIL.
Tahun ini perusahaan yang pernah dihubungkan dengan mantan Menteri Penerangan era Presiden Soeharto, Harmoko itu, baru saja melakukan pengiriman perdana seragam militer Filipina.