MATA INDONESIA, INTERNASIONAL – Percakapan antara Presiden Amerika Serikat, Donald Trump dan Menteri Luar Negeri negara bagian Georgia, Brad Raffensperger melalui sambungan telepon tersebar luas. Diketahui, Trump mendesak Raffensperger untuk menemukan cukup suara guna membatalkan kekalahannya di Pilpres AS tahun lalu.
Selain itu, dalam percakapan telepon yang berlangsung selama satu jam, Presiden Trump juga mempermasalahkan akurasi tiga penghitungan suara terpisah di Georgia yang akhirnya memutuskan Joe Biden sebagai pemenang untuk yang pertama kalinya usai kemenangan Bill Clinton tahun 1992.
Selama percakapan, Trump mengeluarkan ancaman, baik kepada Raffensperger maupun Ryan Germany, Sekretaris Penasihat Umum Negara, yang menyarankan bahwa jika mereka tidak menemukan ribuan surat suara di Fulton County telah dihancurkan secara ilegal untuk memblokir penyelidik -sebuah tuduhan yang tidak memiliki bukti, maka mereka akan dikenai tanggung jawab pidana.
Kampanye tekanan Trump pada Raffensperger adalah contoh terbaru dari upayanya untuk menggagalkan hasil pemilu 3 November 2020. Sebelumnya, Trump mengundang para pemimpin negara bagian Republik Michigan ke Gedung Putih, menekan Gubernur Republik Georgia, Brian Kemp, dan meminta ketua Dewan Perwakilan Pennsylvania untuk membantu membalikkan kerugiannya di negara bagian itu.
Para ahli hukum menggambarkan, apa yang dilakukan Presiden Trump merupakan penyalahgunaan kekuasaan yang mencolok dan tindakan kriminal potensial. Seorang profesor hukum konstitusional di Universitas New York, Richard Pildes, mengatakan Trump telah melanggar beberapa undang-undang federal.
“Presiden Trump, entah sengaja mencoba memaksa pejabat negara untuk merusak integritas pemilu atau begitu tertipu sehingga dia percaya apa yang dia katakan,” kata Richard Pildes, melansir NDTV, Senin, 4 Januari 2021.
Pildes menambahkan bahwa pelanggaran Trump yang lebih jelas adalah pelanggaran moral. Sikap Trump juga membuktikan, Amerika Serikat memiliki presiden yang mencoba menggunakan kekuasaannya untuk menekan negara.
Sementara bagi Edward Foley, seorang profesor hukum di Ohio State University, tindakan dan sikap Presiden Trump bukan hanya tidak pantas dan hina, tetapi juga memicu kemarahan.