MINEWS, JAKARTA-Greenpeace Indonesia angkat bicara soal kualitas udara di DKI Jakarta saat ini. Melalui Juru Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia Bondan Andriyanu mengatakan Pemerintah DKI Jakarta harus menyediakan alat ukur kualitas udara yang memadai sehingga dapat mewakili luasan DKI yang datanya mudah diakses masyarakat.
Dirinya mengapresiasi intruksi Gubernur Anies Baswedan mengenai penanganan polusi udara di Jakarta. Namun, menurut Bondan, masih ada beberapa hal yang harus diperhatikan terkait langkah yang diambil Pemprov DKI tersebut.
Yakni, melakukan inventarisasi emisi secara berkala sebagai dasar kajian ilmiah untuk mengetahui sumber pencemaran udara Jakarta. Dengan demikian, kata dia, polusi bisa dikendalikan langsung pada sumbernya dan solusi yang diambil juga akan lebih sistematis dan terukur.
Selain itu, diperlukan sistem peringatan agar masyarakat bisa mempersiapkan diri untuk menghadapi kualitas udara yang buruk, seperti menggunakan masker saat beraktivitas di luar ruang dan tidak melakukan olahraga saat kualitas udara sedang tidak sehat.
Pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, lanjut Bondan, harus memperketat baku mutu udara ambien nasional yang tidak diperbarui selama 20 tahun.
“Sebagai perbandingan, baku mutu udara ambien untuk konsentrasi PM 2.5 per hari menurut standar nasional adalah 65 ug/m3 sedangkan menurut WHO adalah 25 ug/m3. Ini berarti, standar nasional masih 3 kali lipat lebih lemah dibandingkan standar WHO,” katanya.
Bondan menambahkan Gubernur DKI mempunyai kewenangan menentukan standar baku mutu udara yang lebih baik dibandingkan standar nasional. Sebagai ibu kota negara, Jakarta harus mempunyai standar kualitas udara yang lebih tinggi dibanding daerah lain.
Bondan menyampaikan, penanganan polusi udara ini memerlukan kerja sama dari berbagai pihak, terutama dengan wilayah perbatasan DKI Jakarta, seperti Banten dan Jawa Barat untuk merumuskan solusi bersama.