Skema Multitarif PPN Bantu Masyarakat Menengah ke Bawah

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA-Skema multitarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) dinilai membantu masyarakat menengah ke bawah dalam transaksi barang dan jasa.

“Dengan skema tersebut, pemerintah mempunyai kesempatan untuk menjalankan kebijakan reduced rate, khususnya bagi pajak barang dan/atau jasa yang dikonsumsi kelas menengah bawah,” ujar Ekonom senior dari Center Of Reform on Economics (CORE) Yusuf Rendy Manilet di Jakarta, Senin 4 Oktober 2021.

Selain itu, ia menilai kebijakan multitarif PPN juga memberikan pilihan bagi pemerintah dalam memberikan insentif pajak kepada barang-barang yang diperlukan untuk stimulus perekonomian.

Penerapan PPN multitarif memberikan diferensiasi pengenaan tarif pajak antar satu barang dan jasa dengan barang dan jasa yang lain, lantaran elastisitas barang dan jasa di masyarakat berbeda satu sama lain.

Yusuf pun menyebutkan skema tersebut kemungkinan berkontribusi terhadap upaya pemerintah dalam menurunkan tingkat kemiskinan, namun hal tersebut juga bergantung pada kebijakan pemerintah yang lain, seperti misalnya bantuan perlindungan sosial.

Dalam BAB IV RUU HPP pasal 7, tarif PPN akan dinaikkan sebesar 11 persen yang mulai berlaku pada tanggal 1 April 2022, kemudian 12 persen yang akan berlaku paling lambat 1 Januari 2025.

Selain itu, tarif PPN diterapkan sebesar nol persen kepada ekspor barang kena pajak berwujud, ekspor barang kena pajak tidak berwujud, dan ekspor jasa kena pajak.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Perjuangkan Kesejahteraan Buruh dan Petani, Dani Eko Wiyono Siap Maju Calon Bupati Sleman Melalui Jalur Independen

Mata Indonesia, Sleman - Alumni aktivis 98 sekaligus aktivis yang selalu menyuarakan aspirasi buruh/pekerja Daerah Istimewa Yogyakarta, Dani Eko Wiyono ST. MT ini bertekad maju bakal calon bupati Sleman dalam Pilkada Sleman nanti. Dani menilai, hingga saat ini, mayoritas kehidupan buruh masih sangat jauh dari kata sejahtera. Buruh masih dianggap hanya sebagai tulang punggung ekonomi bangsa tanpa diperjuangkan nasib hidupnya.
- Advertisement -

Baca berita yang ini