MATA INDONESIA, DENPASAR – Untuk kali kesekian, Presiden Joko Widodo kesal karena maraknya penggunaan barang impor oleh instansi pemerintah.
Jokowi menyayangkan kegiatan impor produk, yang sebenarnya bisa tergantikan dengan produk dalam negeri.
Presiden Jokowi menyoroti kegiatan impor untuk produk alat kesehatan, seperti tempat tidur pasien. Menurutnya, produsen dalam negeri sudah mampu membuat barang seperti itu. Contohnya di Bekasi, Yogyakarta, dan Tangerang. Presiden Jokowi mengaku sudah sangat jengkel dan akan menindak tegas serta mengumumkan instansi mana saja yang hobi mengimpor barang.
“Silakan, nanti mau saya umumkan. Saya kalau udah jengkel ya begini, saya umumkan nanti. Ini rumah sakit daerah saja beli impor, Kemenkes masih impor. Sekarang gampang banget lihat detail laporan harian, saya bisa pantau betul,” keluh Presiden Jokowi.
Selain itu, Presiden Jokowi juga mengeritik kegiatan impor alsintan (alat-alat dan mesin pertanian) hingga alat tulis kerja. Dia meminta pemerintah daerah, kementerian, dan lembaga terkait fokus menggunakan produk dalam negeri.
Dia mengatakan, besarnya anggaran untuk pengadaan bisa menggerakkan ekonomi nasional jika belanja produk dalam negeri. “Sedih saya. Semuanya barang impor. Padahal kita menyediakan pengadaan barang dan jasa anggaran modal pusat itu Rp 526 triliun sedangkan untuk daerah Rp 535 triliun, lebih besar daerah,” ujarnya.
Selain itu anggaran BUMN Rp 420 triliun. “Itu uang besar sekali. Apabila 40 persen saja itu bisa men-trigger growth ekonomi kita. Pertumbuhan ekonomi pada pemerintah daerah bisa mencapai 1,71 persen,” katanya.
Presiden Jokowi meminta instansi pemerintah hingga BUMN konsisten membeli barang-barang produksi dalam negeri. Menurutnya, membeli barang impor berarti memberi pekerjaan pada negara lain.
Sebaliknya, membeli produk dalam negeri sama halnya dengan investasi dan membuka lapangan kerja. Bahkan bisa membuka sedikit 2 juta lapangan kerja.
Pernyataan keras Presiden Jokowi itu akhirnya berujung dengan penerbitan instruksi presiden. Kesal karena para menterinya seperti tak peduli dengan seruan presiden, Jokowi mengeluarkan Inpres nomor 2 tahun 2022. Inpres ini terkait percepatan peningkatan penggunaan produk dalam negeri dan produk usaha mikro atau usaha kecil. Inpres ini keluar pada 30 Maret 2022.
Beleid tersebut khusus kepada para menteri di Kabinet Indonesia Maju, Sekretaris Kabinet (Seskab) RI, Kepala Kantor Staf Presiden (KSP), kepala lembaga pemerintah nonkementerian (LPNK), Jaksa Agung RI, Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI), Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri), pimpinan kesekretariatan lembaga negara, gubernur, dan para bupati/wali kota.
Inpres itu untuk mendukung target belanja Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) serta Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun 2022 sebesar Rp 400 triliun untuk produk dalam negeri yang fokus pada pembelian barang atau jasa usaha mikro, usaha kecil, dan koperasi.
Business Matching
Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita, pada acara business matching belanja produk dalam negeri 2022, di Nusa Dua, Bali, Selasa, 22 Maret 2022, mengatakan bahwa pemerintah terus mendorong peningkatan penggunaan produk dalam negeri (P3DN). Upaya ini dapat memicu peningkatan pertumbuhan ekonomi nasional.
Berdasarkan hasil simulasi Badan Pusat Statistik, dampak pembelian produk dalam negeri senilai Rp 400 triliun dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 1,67–1,71 persen. “Jika pada 2021 terdapat pertumbuhan ekonomi sebesar 3,69 persen, maka dengan memaksimalkan penggunaan produk dalam negeri, ekonomi Indonesia dapat terdongkrak 5,36 hingga 5,4 persen,” katanya.
Agus menyampaikan bahwa pemerintah terus mengoptimalkan penggunaan produk dalam negeri. Terutama yang berasal dari usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Hal ini guna mendukung program Bangga Buatan Indonesia dan bentuk dukungan pemerintah kepada industri dalam negeri.
Adapun target pembelian produk dalam negeri untuk belanja barang dan jasa pemerintah pada 2022 adalah sebesar Rp 400 triliun. Pihaknya menargetkan nilai capaian penggunaan produk dalam negeri melalui pengadaan barang dan jasa sebesar 80 persen.
Dia menyebutkan, anggaran pemerintah pusat terutama pada belanja barang dan belanja modal melalui APBN tahun 2022 sebesar Rp538,9 triliun. “Dengan potensi belanja barang dan belanja modal pemerintah daerah melalui APBD tahun 2022 sebesar Rp532,5 triliun, maka total potensi belanja barang dan belanja modal saja mencapai Rp1.071,4 triliun,” katanya.
Apabila potensi yang sangat besar ini dapat bermanfaat semaksimal mungkin oleh industri dalam negeri, ada multiplier effect yang manfaatnya akan sangat terasa bagi kemajuan industri dan ekonomi di dalam negeri. Khususnya bagi industri kecil dan menengah (IKM).
Business matching belanja produk dalam negeri merupakan langkah strategis Kemenperin dalam mengoptimalkan program P3DN. Kegiatan ini dapat meningkatkan pembelian dan penggunaan produk dalam negeri oleh instansi pemerintah. Sementara pelaku industri dalam negeri atau UMKM, IKM, dan artisan akan mendapatkan jaminan pasar. Sehingga mereka dapat mempersiapkan produksinya untuk bisa memenuhi kebutuhan pasar pemerintah.
Kegiatan business matching juga merupakan bagian dari etape yang telah menjadi tiga tahap.
- Tahap pra-business matching dengan melakukan interkoneksi data melalui aplikasi milik pemerintah seperti SIPD milik Kementerian Dalam Negeri, SAKTI milik Kementerian Keuangan, dan SIRUP milik LKPP yang akan terkoneksi dengan Sistem Informasi P3DN (SIP3DN) milik Kemenperin.
- Pelaksanaan business matching
- Pasca- business matching berupa business matching lanjutan dalam bentuk fisik atau virtual, serta pengawasan dan pengendalian.
Selama gelaran business matching belanja produk dalam negeri di Nusa Dua Bali pada 22–25 Maret 2022 itu Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP) membuka klinik konsultasi katalog elektronik dan toko daring. Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) Abdullah Azwar Anaz menambahkan, ada beberapa sektor yang saat ini sedang berjalan yaitu e-Katalog Nasional, e-Katalog Sektoral, dan e-Katalog Lokal.