MINEWS, JAKARTA – Nilai tukar rupiah diramalkan akan melemah terharap dolar AS pada perdagangan Kamis 15 Agustus 2019.
Sebagai informasi, pada akhir perdagangan Rabu sore 14 Agustus 2019, Rupiah menguat ke posisi Rp 14.245 per dolar AS atau menguat 0,51 persen dibandingkan penutupan pada Selasa.
Direktur Utama PT Garuda Berjangka Ibrahim mengatakan bahwa pergerakan rupiah sepanjang hari ini masih akan dibayangi oleh sentimen eksternal yaitu soal kebijakan Presiden AS Donald Trump pada hari Selasa kemarin yang membatalkan tenggat waktu 1 September hingga Desember untuk tarif 10 persen pada impor Tiongkok yang tersisa. Trump juga menunda bea pada ponsel, laptop dan barang-barang konsumsi lainnya, dengan harapan mengurangi dampaknya terhadap penjualan liburan AS.
“Meski begitu, negosiasi perdagangan antara Amerika Serikat dan Cina telah maju dan berkembang, begitu banyak investor dan analis telah mengurangi harapan untuk resolusi dalam waktu dekat,†ujar dia pada Rabu sore kemarin.
Sentimen lainnya datang dari kembali beroperasinya Bandara Hong Kong pada hari Rabu dan menjadwal ulang ratusan penerbangan yang telah terganggu selama dua hari terakhir.
Selain itu, penurunan ekonomi China makin nyata. Negara itu mencatat penurunan laju pertumbuhan output industri di titik paling rendah selama 17 tahun terakhir, di Juli 2019 ini.
Biro Statistik Nasional China memaparkan output industri hanya tumbuh 4,8 persen, jika dibandingkan pertumbuhan Januari-Juli tahun sebelumnya. Permintaan tercatat melemah, bukan hanya dari luar tapi juga di pasar domestik.
“Pertumbuhan penjualan ritel juga lebih lemah bahkan dari perkiraan paling pesimistis sekalipun. Di Juli pertumbuhan hanya 7,6 persen. Padahal di Juni angkanya mencapai 9,8 persen dan analis sempat memprediksi di level 8,6 persen,†kata Ibrahim.
Sedangkan sentimen dalam negeri data dari rencana BPS yang akan mengumumkan data perdagangan internasional pada hari ini. Sejumlah analis memperkirakan ekspor pada Juli terkontraksi alias turun 11,59 persen dibanding periode yang sama di 2018. Begitupun juga impor diprediksi akan turun 19,38 persen dibanding priode yang sama di tahun lalu. Sementara neraca perdagangan diperkirakan defisit 384,5 juta dolar AS.
Defisit neraca perdagangan kali terakhir terjadi pada April, bahkan kala itu sangat dalam mencapai 2,29 miliar dolar AS. Kemudian pada Mei, neraca perdagangan mampu berbalik surplus 210 juta dolar AS dan sebulan kemudian kembali surplus 200 juta dolar AS.
“Penangguhan sementara dalam perang perdagangan mendukung penguatan mata uang rupiah, tetapi kemugkinan optimisme sudah memudar karena tidak ada solusi cepat untuk pertikaian perdagangan, yang telah mengancam pertumbuhan ekonomi global,†kata Ibrahim.
Ia memperkirakan bahwa kemungkinan mata uang garuda akan kembali melemah tipis di level Rp 14.184 hingga Rp 14.306 per dolar AS.