MINEWS.ID, JAKARTA – “Break…break… monitor.” Ungkapan itu pernah sangat terkenal di era 80 -an saat radio amatir dan interkom sangat digandrungi para remaja.
Secara resmi Organisasi Amatir Radio Indonesia (ORARI) organisasi itu resmi berdiri pada 9 Juli 1968 atas dasar Peraturan Pemerintah RI No. 21 tahun 1967. Maka tanggal itu selalu diperingati sebagai ulang tahun ORARI.
Namun kehadirannya di bumi Nusantara ini sejak era Pemerintah Kolonial Belanda.
Saat berdirinya International Amateur Radio Union (IARU) tahun 1925, wilayah nusantara masih dikuasai Belanda saat Perang Dunia Pertama sedang berkecamuk.
Saat itu, komunikasi antara Netherland dengan Hindia Belanda sebagai daerah jajahan hanya mengandakan saluran kabel Laut yang melintas Teluk Aden dan dikuasai Inggris.
Maka timbullah kekhawatiran atas saluran komunikasi tersebut, mengingat Belanda ingin bersikap netral dalam perang tersebut. Sedangkan Inggris merupakan salah satu negara yang terlibat Perang Dunia Pertama.
Untuk itu lah Pemerintah Kolonial Belanda melakukan berbagai percobaan dengan menempatkan beberapa stasiun relay di Malabar, Sumatra, Srilangka dan beberapa tempat lagi.
Radio Malabar merupakan cikal bakal amatir radio di Indonesia dan merupakan radio pertama di Indonesia untuk komunikasi jarak jauh. Frekuensi yang digunakan masih sangat rendah dalam panjang gelombang sangat panjang.
Belanda pun mendirikan radio pemerintah Hindia Belanda, NIROM. Namun, saat Jepang masuk Indonesia, perangkat komunikasi itu dimusnahkan, Sedangkan NIROM diganti namanya menjadi Hoso Kanry Kyoku, dan kegiatan amatir radio dilarang.
Akan tetapi, Amatir Radio Bumi Putra tetap berjuang dengan melakukan kegiatan secara sembunyiÂ-sembunyi guna menunjang perjuangan kemerdekaan dengan membentuk Radio Pejuang Bawah Tanah, dan tak sedikit Amatir Radio yang dipenggal karena dituduh sebagai mataÂ-mata Sekutu.