Sediakan 8 Ribu Dosis, BIN Gelar Vaksinasi di Mojokerto dan Kediri

Baca Juga

MATA INDONESIA, MOJOKERTO – Badan Intelijen Negara (BIN) Jawa Timur atau Binda Jatim kembali menggelar ‘vaksinasi di Kabupaten Mojokerto dan Kediri pada Kamis, 21 Oktober 2021. Ada 8.000 dosis yang disiapkan untuk warga serta pelajar di Kabupaten Mojokerto dan Kediri.

Staf Khusus Kabinda Jatim Kombes Pol Yusuf Safrudin mengatakan bahwa vaksinasi bertajuk ‘Vaksinasi dari Rumah ke Rumah, Indonesia Sehat Indonesia Hebat’ tersebut merupakan program lanjutan atau vaksinasi tahap kedua dari Binda Jatim.

“Untuk kalangan pelajar dan santri digelar di SMK PGRI Sooko, SMK Raden Patah, SMK Raden Rahmad Mojosari serta pesantren atau Balai Desa Gondang, Bakalan Kabupaten Kediri,” ujarnya.

Ia pun menghimbau kepada masyarakat agar tidak ragu untuk vaksin. Bagi yang baru mendapatkan vaksinasi dosis I agar bisa melapor ke petugas untuk nantinya akan dilaporkan ke panitia untuk diberikan vaksin tahap II.

Kegiatan vaksinasi ini pun disambut baik oleh masyarakat setempat. Salah satu warga, Sahrih (42) mengaku, vaksin yang diterimanya tersebut merupakan vaksinasi dosis pertama.

“Ini yang pertama, karena saya belum sempat ikut vaksin. Ya pingin kasitau kalau saya senang bisa ikut vaksin dari BIN Jatim ini,” kata pekerja bangunan ini.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Sistem Kontrak Kerja jadi Masalah Generasi Muda, GMNI Singgung Keadilan Ketenagakerjaan di Indonesia

Sistem Kontrak Kerja jadi Masalah Generasi Muda, GMNI Singgung Keadilan Ketenagakerjaan di Indonesia Kondisi ketenagakerjaan saat ini menghadirkan berbagai tantangan signifikan yang berdampak pada kesejahteraan pekerja, terutama dalam menghadapi ketidakpastian kerja dan fenomena fleksibilitas yang eksploitatif atau dikenal sebagai flexploitation. Sistem kontrak sementara kerap menjadi salah satu akar permasalahan, karena tidak menjamin kesinambungan pekerjaan. Situasi ini semakin diperburuk oleh rendahnya tingkat upah, yang sering berada di bawah standar kehidupan layak, serta minimnya kenaikan gaji yang menambah beban para pekerja. Selain itu, kurangnya perlindungan sosial, seperti jaminan kesehatan yang tidak memadai, serta lemahnya penegakan hukum memperkuat kondisi precarization atau suatu kerentanan struktural yang terus dialami oleh pekerja. Di sisi lain, keterbatasan sumber daya negara juga menjadi penghambat dalam mendorong pertumbuhan sektor ekonomi kreatif yang potensial, di mana banyak pekerja terjebak dalam tekanan produktivitas tanpa disertai perlindungan hak yang memadai. Dalam konteks ini, generasi muda, termasuk kader-kader Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), menjadi kelompok yang paling rentan terhadap dinamika pasar kerja yang semakin eksploitatif. Generasi ini kerap menghadapi kontradiksi antara ekspektasi tinggi terhadap produktivitas dan inovasi dengan realitas kerja yang penuh ketidakpastian. Banyak dari mereka terjebak dalam sistem kerja fleksibel yang eksploitatif, seperti tuntutan kerja tanpa batas waktu dan kontrak sementara tanpa jaminan sosial yang memadai. Akibatnya, kondisi precarization semakin mengakar. Bagi kader GMNI, yang memiliki semangat juang dan idealisme tinggi untuk memperjuangkan keadilan sosial, situasi ini menjadi ironi. Di satu sisi, mereka harus tetap produktif meskipun kondisi kerja tidak mendukung, sementara di sisi lain mereka memikul tanggung jawab moral untuk terus memperjuangkan aspirasi kolektif para pekerja. Kondisi ini tidak hanya memengaruhi kesejahteraan individu, tetapi juga dapat mengikis potensi intelektual, semangat juang, serta daya transformasi generasi muda dalam menciptakan struktur sosial yang lebih adil. Oleh karena itu, peran negara menjadi sangat penting untuk merumuskan kebijakan yang konkret dan menyeluruh. Kebijakan ini harus memastikan pemenuhan hak-hak dasar pekerja, termasuk perlindungan sosial yang layak, serta penegakan regulasi yang konsisten untuk mengurangi ketimpangan dan menghentikan eksploitasi dalam sistem kerja fleksibel. Tanpa langkah nyata tersebut, ketimpangan struktural di pasar tenaga kerja akan terus menjadi ancaman bagi masa depan generasi muda dan stabilitas tatanan sosial secara keseluruhan.
- Advertisement -

Baca berita yang ini