MATA INDONESIA, JAKARTA – Indonesia dipastikan menggunakan tes cepat berbasis antigen yang murah namun direkomendasikan organisasi kesehatan dunia atau WHO. Hal itu diungkapkan juru bicara Satgas Penanganan Covid19 Wiku Adisasmito di Jakarta, Kamis 1 Oktober 2020.
Tes itu hanya membutuhkan waktu 15-30 menit dan sangat mudah dan murah sehingga bisa digunakan untuk pemeriksaan di sekolah, universitas dan tempat kerja.
“Kami telah memohon untuk bisa dapat dipertimbangkan mendapatkan bantuan dari WHO untuk tes cepat ini agar kita bisa mendeteksi lebih cepat dari kasus atau masyarakat yang menderita COVID-19,” ujar Wiku.
Perusahaan farmasi Abbott dan SD Biosensor sudah setuju dengan Bill and Melinda Gates Foundation untuk memproduksi 120 juta unit alat tes. Kesepakatan ini akan menjangkau 133 negara, termasuk banyak negara di Amerika Latin yang terpukul karena pandemi dalam hal tingkat kematian dan penularan.
Rapid test antigen adalah tes cepat untuk mendeteksi keberadaan antigen virus SARS-CoV-2 pada sampel yang berasal dari saluran pernapasan. Antigen akan terdeteksi ketika virus aktif bereplikasi.
Tes cepat antigen ini paling baik dilakukan ketika orang baru saja terinfeksi karena sebelum antibodi seseorang muncul untuk melawan virus yang masuk ke tubuh, ada peran antigen untuk mempelajarinya, keberadaan antigen itulah yang dideteksi.
Seperti “rapid test” antibodi, ada kemungkinan hasil rapid test antigen tak akurat karena virus yang dipelajari antigen bisa jadi bukanlah SARS-CoV-2, melainkan virus lain seperti influenza.
Sedangkan ‘rapid test’ antibodi adalah tes cepat COVID-19 yang dijalankan untuk mendeteksi keberadaan antibodi dalam darah. Ketika terinfeksi virus SARS-CoV-2, tubuh akan menghasilkan antibodi dalam beberapa hari atau pekan kemudian.
Dalam penelitian, respons antibodi pada sebagian besar pasien COVID-19 baru muncul pada pekan kedua setelah infeksi dan berbeda-beda pada setiap orang selain itu, ada potensi reaksi silang kemunculan antibodi akibat adanya jenis virus selain SARS-CoV-2 sehingga hasil tes bisa saja reaktif tapi bukan disebabkan oleh virus SARS-CoV-2.