MINEWS.ID, JAKARTA – Nilai tukar rupiah atas dolar Amerika Serikat diramalkan melanjutkan penguatan terbatas pada awal pekan ini, Senin 23 September 2019.
Sebagai perbandingan, rupiah pada akhir perdagangan Jumat lalu menguat tipis 0,04 persen ke level Rp 14.055 per dolar AS.
Direktur Utama Garuda Berjangka Ibrahim mengatakan bahwa hari ini rupiah akan menguat tipis pada kisaran Rp 14.030 hingga Rp 14.095 per dolar AS.
Penguatan rupiah akan ditopang oleh sejumlah faktor eksternal di antaranya, pertama, soal penurunan suku bunga acuan Bank Sentral AS (The Fed) sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 1,75-2%.
Kata Ibrahim, selain itu Bank sentral juga memiliki dua pertemuan kebijakan lagi untuk tahun ini, pada Oktober dan Desember, tetapi tidak ada kepastian akan memangkas suku bunga lebih lanjut.
“Investing.com dari Fed Rate Monitor Tool menempatkan peluang penurunan suku bunga di bulan Oktober kurang dari 50%, tetapi memperkirakan pemotongan suku bunga lagi di bulan Desember,†ujar Ibrahim.
Kedua, pasar global juga mengawasi negosiasi perdagangan AS-China di Washington. Para pejabat dari kedua belah pihak memulai kembali pembicaraan tatap muka untuk pertama kalinya dalam hampir dua bulan pada hari Kamis, yang bertujuan meletakkan dasar untuk diskusi tingkat tinggi bulan depan.
“Namun, sebagian besar pedagang berhati-hati. Beberapa tanda-tanda kemajuan telah muncul dan di sisi lain ada jurang pemisah yang lebar antara kedua belah pihak. (AS dan China)†kata Ibrahim.
Ketiga, kekhawatiran Brexit yang tidak setuju agak mereda, setelah Presiden Komisi Eropa Jean-Claude Juncker mengatakan ia yakin kesepakatan dapat dilewati sebelum batas waktu.
Sementara dari internal, investor kembali merespon positif sentimen turunnya suku bunga acuan BI yang di umumkan pada hari kamis sebesar 25 bps menjadi 5,25 persen.
Selain itu, inflasi yang bisa terus terjaga memberikan ruang bagi BI untuk kembali melonggarkan kebijakan moneter.
“Kemudian, memasuki kuartal III-2019, neraca perdagangan RI mencatat defisit tidak terlalu besar di bulan Juli, kemudian berbalik surplus di bulan Agustus meski tidak terlalu besar juga. Bisa dikatakan neraca perdagangan RI lebih stabil di kuartal III-2019, sehingga defisit neraca pembayaran (current account deficit/CAD) bisa membaik,†ujar dia.
Ibrahim mengatakan lebih lanjut bahwa melihat respon investor yang positif dalam dua kali pemangkasan suku bunga sebelumnya, maka bisa jadi jika BI kembali memangkas suku bunga sesuai dengan ekspektasi sehingga rupiah akan berbalik menguat melawan dolar AS.