MINEWS, JAKARTA-Setidaknya 18 korban meninggal dunia akibat rokok elektrik atau vape yang ditetapkan oleh otoritas kesehatan Amerika Serikat (AS).
The Centers for Disease Control and Prevention (CDC) atau Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit mengatakan bahwa peningkatan korban terjadi sejak pekan lalu. Dokter pun tidak bisa menentukan penyakit apa yang menyerang para korban. Gejalanya mulai dari nyeri dada, kelelahan, hingga sesak nafas.
Dr. Anne Schuchat dari CDC mengatakan bahwa mungkin penyakit ini bisa berlanjut. Sesuai yang dikutip dari BBC, Jumat 4 Oktober 2019. “Ini adalah suatu masalah yang kritis, kita perlu mengambil langkah-langkah untuk mencegah kasus tambahan,” ujarnya.
Sakit yang dihubungkan dengan rokok elektrik ini sudah dikonfirmasi oleh 48 negara bagian, dengan korban jiwa di 15 sebagiannya. Rata-rata usia mereka yang meninggal adalah hampir 50 tahun, sedangkan yang termuda ada di umur 20-an dan yang tertua di umur 70-an.
Para penyelidik belum mengaitkan penyakit yang diderita oleh para korban dengan sebuah produk atau senyawa tertentu, tapi yang bisa dipastikan adalah minyak dalam rokok elektrik tersebut mengandung THC, sebuah bahan psikoaktif dalam ganja yang bisa menimbulkan banyak resiko penyakit besar.
Sebelumnya, CDC sudah menyarankan pada masyarakat untuk berhenti menggunakan produk rokok elektronik, terlepas dari mereka yang mengandung nikotin atau ganja. Hingga kini pun beberapa negara di AS juga sudah melarang penggunaannya.
Bulan lalu, Presiden Donald Trump mengatakan bahwa rokok elektronik adalah sebuah masalah baru yang utamanya mengancam generasi muda.
Staf otoritas bawahan Trump berencana untuk menarik rokok-rokok elektronik yang punya rasa buah-buahan dari pasar AS. Hal ini diupayakan untuk membuatnya tidak menarik lagi bagi konsumen muda.
CDC juga mengumumkan korban jiwa karena rokok elektrik ini terjadi di negara bagian Alabama, California, Delaware, Florida, Georgia, Illinois, Indiana, Kansas, Minnesota, Mississippi, Missouri, Nebraska, New Jersey, Oregon, dan Virginia.