RIP! Johan Wahyudi Juara All England Tutup Usia

Baca Juga

MINEWS, MALANG – Bulu tangkis Indonesia dan dunia kembali berduka. Sosok legenda, Johan Wahyudi tutup usia di usia 66 tahun. Pasangan ganda putra terkuat dunia bersama Tjun Tjun di era 70-80-an ini meninggal di Malang pada Jumat 15 November 2019 siang.

Kabar kepergian pria kelahiran 10 Februari 1953 itu disampaikan Sekretaris PBSI Kota Malang Sigit Permadi. Sigit sebelumnya telah menghubungi nomor telepon Johan Wahyudi karena banyak kabar soal meninggalnya Johan.

“Kebetulan yang ngangkat telepon saya itu anaknya Pak Johan. Beliau mengatakan memang benar Pak Johan telah meninggal pukul 13.00 WIB tadi karena sakit demam berdarah,” ujar Sigit Permadi seperti diberitakan MalangTIMES.

Tujuan Sigit menghubungi nomor telepon Johan untuk memastikan karena sebelumnya ia juga ditelepon sejumlah pengurus PBSI, baik pusat maupun Jatim.
“Banyak sekali yang telepon saya karena di grup Whatsapp beredar kabar itu. Maka saya memutuskan untuk telepon nomor Pak Johan dan kebetulan anaknya yang mengangkat,” katanya.

Menurut Sigit, Johan adalah salah satu atlet bulu tangkis yang mengharumkan nama Indonesia. Tentu hal ini adalah kabar duka bagi seluruh warga Indonesia, bukan hanya Malang. “Seluruh Indonesia pasti kehilangan karena beliau sudah mempersembahkan banyak prestasi bagi Indonesia,” ucapnya.

Asal tahu saja, Johan Wahyudi dan pasangannya, Tjun Tjun, tercatat sebagai juara ganda putra dunia saat kejuaraan dunia bulu tangkis pertama digelar tahun 1977. Pasangan ini juga menorehkan prestasi fenomenal di kancah All England, yang merupakan kejuaraan bulu tangkis paling bergengsi pada era 90-an ke bawah.

Johan Wahyudi dan Tjun Tjun pernah enam kali menjuarai ganda putra All England. Masing-masing tahun 1974, 1975, 1977, 1978, 1979, dan 1980. Keduanya juga pernah meraih posisi runner up All England dua kali, yakni tahun 1973 dan 1981.

Berita Terbaru

PKL Teras Malioboro 2: Suara Ketidakadilan di Tengah Penataan Kawasan

Mata Indonesia, Yogyakarta – Sejak relokasi Pedagang Kaki Lima (PKL) dari Malioboro ke Teras Malioboro 2, berbagai persoalan serius mencuat ke permukaan. Kebijakan relokasi yang bertujuan memperindah Malioboro sebagai warisan budaya UNESCO justru meninggalkan jejak keresahan di kalangan pedagang. Lokasi baru yang dinilai kurang layak, fasilitas yang bermasalah, dan pendapatan yang merosot tajam menjadi potret suram perjuangan PKL di tengah upaya mempertahankan hidup.
- Advertisement -

Baca berita yang ini