MATA INDONESIA, JAKARTA-Saat ini pemerintah sudah mencoba segala jenis pembangkit, dari batu bara hingga arus laut dalam implementasinya, agar listrik dapat mengalir di pelosok desa dan membangkitkan sektor perkonomian.
Bahkan, energi alternatif lain mulai dilirik, salah satunya nuklir. Hal itu diprediksi menjadi prospek untuk energi masa depan. Di tengah gempuran isu manfaat dan risikonya, menjadikan nuklir menduduki peringkat akhir sebagai altenatif.
Meski penelitian bukan hanya tentang teknis menilai nuklir, namun ada penelitian sosial budaya yang membuat isu permukaan terus mencuat dalam popularitas dari dampak negatif nuklir.
“Membahas nuklir, sama saja membahas pisau, bisa menjadi sangat berguna, tapi juga menjadi berbahaya jika menjadi senjata,” kata Kepala Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) Anhar Riza Antariksawan.
Ia menjelaskan bahwa stigma-stigma masyarakat terhadap misinformasi dari dampak buruk nuklir masih menjadi tantangan bagi pengembangan teknologi nuklir.
Tak ubah seperti kayu kering dilahap api, informasi tersebut cepat tersambar dan termakan infonya jika hanya memahami mengenai dampak negatif nuklir. Salah satu wilayah pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) adalah Kalimantan Barat.
“Kami mendapatkan tugas untuk mengadakan studi di Kalimantan Barat dalam mengembangkan PLTN,” katanya.
Dipilihnya Kalimantan Barat menjadi salah satu lokasi pembangunan PLTN. Di antara semua pulau di Indonesia, Kalimantan merupakan pulau dengan risiko bencana alam kegempaan dan tsunami paling kecil, sebab tidak memiliki garis patahan langsung dan tidak ada gunung berapi aktif.
Kalimantan memiliki potensi ekonomi dari industri dan pertanian cukup besar, hanya saja ketersediaan energi masih minim, sehingga belum bisa memenuhi kebutuhan berbagai jenis industri besar.
Tetapi, jika studi mengenai nuklir berhasil, maka Kalimantan khususnya Kalimantan Barat akan menjadi kekuatan baru penggerak roda ekonomi negara. Serapan tenaga kerja akan maksimal dengan hidupnya berbagai sektor industri di Kalbar.
Dari segi seismik Pulau Kalimantan sudah masuk kategori bagi studi nuklir, dan ditargetkan studi kelayakan akan selesai pada tahun 2025.
BATAN sendiri memiliki cadangan uranium sebagai bahan bakar PLTN sebesar 80 ribu ton. PLTN sendiri adalah pembangkit yang tidak memiliki emisi sisa pembakaran yang besar. Pembangkit energi dari nuklir, adalah pembangkit yang sudah dipikirkan hingga pada pembuangan limbah.
Limbah PLTN hanya mencapai 8 meter kubik dalam periode satu tahun untuk yang sudah terbakar. Dari limbah 8 meter kubik tersebut setara untuk menghasilkan 100 MW elektrifikasi.
BATAN sendiri telah merancang reaktor nuklir generasi keempat berupa High Temperature Gas Reactor (HTGR) atau reaktor berpendingin gas yang dinilai lebih aman ketimbang pendahulunya yang digunakan Jepang untuk PLTN Fukushima.