MATA INDONESIA, JAKARTA – Prancis siap membantu mencari win-win solution untuk semua pihak dalam konflik Nagorno-Karabakh. Konflik ini sejatinya sudah berlangsung sejak puluhan tahun silam, antara Azerbaijan dan Armenia.
Berbagai resolusi damai ditawarkan, hingga gencatan senjata untuk kedua negara. Akan tetapi, drama demi terjadi di wilayah Kaukasus Selatan ini, di mana Azerbaijan dan Armenia saling tuduh menuduh menembaki warga sipil di sekitar Nagorno-Karabakh, membuat perang tak dapat hindari.
Populasi Prancis mencakup antara 400 hingga 600 orang asal Armenia, dan Presiden Emmanuel Macron sangat hati-hati untuk tidak mendukung salah satu pihak dalam konfilk tersebut. Dalam sebuah pernyataan kantor Kepresidenan Prancis menyatakan, sang Presiden akan bersikap netral demi dapat diterima semua pihak.
“Presiden (Macron) menyatakan kepuasaannya dengan berakhirnya pertempuran, mengingat persahabatan dengan Armenia dan rakyatnya, serta kesiapannya untuk membangun solusi politik yang adil, bertahan lama, dan dapat diterima semua pihak yang terlibat di Nagorno-Karabakh,” demikian pernyataan kantor kepresidinan Prancis, melansir Reuters, 13 November 2020.
Kedatangan pasukan penjaga perdamaian pada Selasa (10/11) untuk mengawasi gencatan senjata antara pasukan Azeri dan pasukan etnis Armenia di Nagorno-Karabakh itu memperluas jejak militer Rusia di bekas bagian Uni Soviet.
Moskow memimpin bersama kelompok internasional yang mengawasi perselisihan Nagorno-Karabakh dengan Washington dan Paris, tetapi mereka tidak terlibat dalam kesepakatan yang ditandatangani oleh Rusia, Armenia, dan Azerbaijan untuk mengakhiri perang enam pekan.