MATA INDONESIA, JAKARTA – Rentetan serangan yang terjadi di Prancis dalam sepekan belakangan, kemungkinan besar terjadi karena Prancis terlibat dalam “perang melawan ideologi Islam,” demikian dikatakan Menteri Dalam Negeri Prancis, Gerald Darmanin.
Seorang pria asal Tunisia memegang pisau memenggal seorang wanita dan membunuh dua orang lainnya di Gereja Notre Dame Basilica di Kota Nice, Prancis, Kamis (29/10) pagi, sebelum Misa pertama . Pelaku berhasil ditembak dan kemudian dibawa pergi oleh polisi.
Tak lama identitas pelaku pun berhasil diidentifikasi. Pria tersebut masih berusia 21 tahun, diketahui bernama Brahim Aouissaoui. Tersangka memiliki dokumen Palang Merah Italia yang diterbitkan setelah ia tiba menggunakan sebuah kapal imigran di Pulau Lampedusa, Italia bulan lalu.
Usai dikarantina, pelaku diperintahkan untuk keluar dari wilayah Italia. Dia kemudian tiba di Negara Pusat Mode awal Oktober hingga kemudian melakukan penyerangan, tepat sebelum Misa.
“Kami sedang berperang melawan musuh yang ada di dalam dan di luar. Kami perlu memahami bahwa telah ada dan akan ada peristiwa lain seperti serangan mengerikan ini,” kata Darmanin kepada Radio RTL, Jumat, 30 Oktober 2020.
Usai serangan di Nice, Presiden Emmanuel Macron menyerahkan kepercayaan penumpasan ekstremisme di Prancis kepada sosok Gerald Darmanin. Ia pun kian gencar meneriakkan upaya membasmi ekstremis. Belakangan wajahnya rajin muncul di hadapan publik dengan berbagai pernyataannya.
Salah satunya adalah, Darmian bertekad mempertahankan gaya hidup Prancis yang khas dan ingin mengurangi identitas yang terkait dengan Muslim. Langkah tersebut mencakup pengurangan gerai daging halal, toko pakaian etnis, dan lorong supermarket yang dikhususkan untuk satu komunitas.
Akan tetapi berbagai pernyataan dan langkah diambil Darmian bukan tak mungkin justru memicu sentiment terhadap umat Muslim secara keseluruhan.