MATA INDONESIA, JAKARTA – Penangkapan aktivis Koalisi Aksi Menyelematkan Indonesia (KAMI) berdasarkan bukti yang kuat yaitu percakapan grup WA KAMI yang merupakan upaya penghasutan. Polisi menyebut percakapan memicu tindakan anarkis di lapangan.
“Kalau rekan-rekan membaca WA-nya, ngeri. Pantas kalau di lapangan terjadi anarkis, itu mereka masyarakat yang tidak paham betul, gampang tersulut,” ujar Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divhumas Polri Brigjen Pol Awi Setiyono di Jakarta, Selasa 13 Oktober 2020.
Menurut Awi, dari delapan pegiat KAMI yang ditangkap di Jakarta serta Medan, tidak semuanya tergabung dalam satu grup WhatsApp.
Dia pun belum mau mengungkapkan sejak kapan percakapan yang membahas penghasutan dengan ujaran kebencian bernuansa SARA itu dimulai. Pasalnya, hal tersebut sudah masuk dalam ranah penyidikan.
Awi hanya menerangkan bahwa tindakan penghasutan yang dilakukan para pegiat KAMI ini berkaitan dengan demo penolakan Omnibus Law UU Cipta Kerja berujung tindakan anarkis di berbagai kota besar di Indonesia.
Menurut Awi, patut diduga pegiat KAMI memberi informasi menyesatkan berbau SARA dan penghasutan.
Awi menegaskan pegiat KAMI yang ditangkap telah merencanakan penghasutan hingga terjadi perusakan fasilitas umum dan penyerangan terhadap aparat.
Ada delapan pegiat KAMI yang ditangkap polisi yakni Juliana, Devi, Wahyu Rasari Putri, Khairi Amri, Kingkin Anida, Anton Permana, Syahganda Nainggolan dan Jumhur Hidayat. Lima orang di antaranya sudah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan di Rutan Bareskrim Polri.
Mereka diduga melanggar Pasal 45 A ayat 2 UU RI Nomor 19 tahun 2016 tentang ITE dan atau Pasal 160 KUHP tentang penghasutan yang ancaman hukumannya mencapai enam tahun penjara.