Pierluigi Collina, Wasit yang Ditakuti dan Disegani Pemain

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Wasit adalah elemen terpenting dalam sebuah pertandingan sepak bola. Kehadirannya sebagai pengadil pun dibutuhkan untuk membuat pertandingan berjalan adil bagi kedua tim.

Protes keras adalah hal lumrah. Justru protes para aktor lapangan hijau bak sebuah drama. Tak ayal protes ini membutuhkan wasit yang harus tetap tegas dalam memutuskan sesuatu. Berbicara soal ketegasan di dunia wasit, tentu pencinta sepak bola tak akan pernah lupa dengan sosok Pierluigi Collina, wasit berkepala plontos yang bisa membuat ciut nyali pemain saat memprotes keputusannya.

Lahir di Bologna, 13 Februari 1960, kariernya sebagai perangkat pertandingan dimulai sejak 1988. Sebelum menjadi wasit, ia pernah menjalani karier di dunia kemiliteran. Pengalamannya di dunia militer pun diaplikasikannya dalam menjalankan tugas sebagai wasit.

Rekam jejak apik Collina terlihat saat dirinya dipromosikan untuk menjadi perangkat pertandingan di Serie B dan Serie A Italia. Hanya butuh tiga musim saja baginya untuk promosi dan memimpin pertandingan profesional di negaranya. Pada 1995, ia masuk dalam daftar wasit FIFA. Ia ditunjuk untuk memimpin pertandingan internasional seperti Olimpiade 1996 dan Piala Dunia 1998.

Berbicara soal Pierluigi Collina, tentu tak lepas dari sorotan tajam dan wajah menyeramkan yang membuat ciut nyali pemain. Ada yang menyebut wajah dengan kepala plontosnya seperti lukisan karya Edvard Munch berjudul ‘The Scream’.

Dengan perawakan tinggi dan menyeramkan, hampir seluruh pemain yang ia pimpin tak ada yang berani memprotes kebijakannya. Jika pun ada, nada tinggi dan sorot mata tajam akan mengarah ke pemain tersebut. Sejatinya, yang membuat pemain jarang protes kepadanya bukan karena hal tersebut, melainkan prinsip yang selalu dipegang Collina dalam menjalani perannya sebagai wasit, ‘I am a man of the rules’.

Kharisma Collina sebagai pengadil terlihat jelas pada laga final Liga Champions 1998/1999. Saat Manchester United mencetak dua gol di akhir pertandingan, para pemain Bayern Munchen tampak tertunduk lesu. Di menit tersisa, Collina layaknya tim medis di medan perang ketika mengulurkan tangannya kepada para pemain Munchen yang tertunduk sambil mengatakan, “Bangunlah, masih tersisa 20 detik lagi.”

Sebuah pemandangan epik tentunya bagi Collina, para pemain Munchen dan para penonton tersebut. Tindakan tersebut pun menjadi salah satu citra indah bagi pria berusia 61 tahun tersebut.  Beberapa final berkesan juga pernah dipimpin olehnya, seperti FIFA World Cup 2002, Liga Champions 2009, dan Olimpiade 1996.

Berkat dedikasinya, Collina juga pernah tercatat sebagai pemegang gelar penghargaan gelar wasit terbaik FIFA selama enam tahun berturut-turut. Di luar profesinya, ia tercatat sebagai lulusan Universitas Bologna dengan gelar sarjana Ekonomi yang diraihnya pada 1984.

Setelah pensiun pada 2005, Collina sempat menjalankan bisnis sebagai penasihat keuangan. Namun, dirinya tak bisa jauh-jauh dari profesi wasit yang membesarkan namanya. Ia sempat menjabat kepala Komite Wasit UEFA, namun mengundurkan diri pada 2018. Collina juga pernah menjabat sebagai Presiden Komite Wasit FIFA. Ia menjadi salah satu orang yang bertanggung jawab kepada kepelatihan VAR untuk wasit di Piala Dunia 2018.

Tak ayal, sematan wasit terbaik pantas disandang olehnya. Memimpin 467 pertandingan, Collina mengeluarkan 1470 kartu kuning dan 131 kartu merah. Maka tak heran, pesonanya sebagai wasit mendapat penghargaan apik, termasuk saat menjadi sampul gim sepak bola Pro Evolution Soccer 3 yang biasanya diisi para bintang sepak bola.

Reporter: Afif Ardiansyah

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Jelang Idul Fitri, Pemerintah Perkuat Ketahanan Pangan dengan Investasi Strategis

Jakarta – Pemerintah terus memastikan ketersediaan pangan nasional menjelang Idul Fitri melalui kebijakan strategis yang mendukung kesejahteraan petani serta...
- Advertisement -

Baca berita yang ini