Pernah Cekcok dengan Pelatih, Taufik Hidayat: Kasus Saya Beda dengan Kevin Sanjaya dan Herry IP

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Legenda bulutangkis, Taufik Hidayat juga pernah konflik dengan pelatih. Tapi, dia menilai kasusnya saat itu berbeda dengan Kevin Sanjaya Sukamuljo dan Herry Iman Pierngadi.

Taufik pernah nyaris memperkuat Singapura pada 2004. Kala itu, PBSI mencoret pelatih Mulyo Handoyo, sosok yang menangani Taufik sejak usia 16 tahun. PBSI menunjuk Joko Suprianto sebagai pengganti.

Taufik tidak sreg dengan keputusan itu dan sempat cekcok dengan Joko Suprianto. Taufik memilih meninggalkan pelatnas PBSI dan pergi ke Singapura, tempat Mulyo Handoyo melatih. Pada akhirnya, PBSI berhasil membujuk Taufik kembali ke Indonesia dan Mulyo Handoyo kembali menjadi pelatih PBSI.

Hasilnya luar biasa. Taufik langsung bisa meraih medali emas Olimpiade 2004 di Athena, Yunani. Setahun berikutnya, dia merebut gelar Juara Dunia di Anaheim, Amerika Serikat.

Kasus Taufik sebenarnya mirip dengan Kevin Sanjaya. Tapi, menurut dia, kasus yang dialaminya dulu berbeda dengan Kevin Sanjaya dan Herry IP, karena dirinya main di tunggal putra, bukan ganda.

“Itu kasusnya berbeda. Dalam arti, saya sendiri, ganda berdua. Ganda itu risiko lebih tinggi daripada tunggal. Sekali mereka tak akur, cerai kan. Jika tunggal sendiri, tak ada yang lain,” ujar Taufik.

“Mungkin kalau ngomongin (pengalaman) saya dulu, yang namanya Pak Mulyo (Handoyo) itu di lapangan pelatih, di luar itu teman, kakak, orang tua. Seperti saya dulu, saya sudah ke Singapura. Balik lagi ke sini (Indonesia) sebelum Olimpiade. Di situ, Pak Mulyo cuma bilang, balik lagi ke sini, lalu saya minta Pak Mulyo juga balik lagi ke sini. Baru kembali ke Indonesia, padahal Pak Mulyo masih ada kontrak di Singapura,” katanya.

“Akhirnya Pak Mulyo bilang ke saya begini, ‘Masih mau latihan? Mau komitmen dengan program? Ya, sudah kita jalani sama-sama. Kamu mau ikuti risikonya. Ya, sudah balik lagi ke komitmen,” ucapnya.

Taufik menilai, penyelesaian kasus ini mirip dengan apa yang dialaminya dulu. Intinya adalah komunikasi.

“Tinggal komunikasi saja, apalagi ini mau olimpiade. Jika masih mau komitmen ya sudah, harus bareng-bareng karena tahun depan sudah perhitungan poin dari April,” ungkapnya.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Kebijakan Penyesuaian PPN 1% Sudah Berdasarkan UU dan Kesepakatan Stakeholder

Oleh: Adnan Ramdani )* Kebijakan penyesuaian Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 1% merupakanlangkah besar yang diambil pemerintah untuk meningkatkan penerimaan negara danmenciptakan sistem perpajakan yang lebih efisien serta berkeadilan. Kebijakan initelah disusun dengan mempertimbangkan berbagai aspek, termasuk peraturanperundang-undangan yang berlaku dan kesepakatan antara berbagai pihak terkait, sehingga tidak hanya berlandaskan pada keputusan sepihak, tetapi denganpartisipasi aktif dari seluruh pemangku kepentingan.  Pengenaan penyesuaian PPN sebesar 1% ini merujuk pada Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan yang disahkansebagai langkah reformasi pajak di Indonesia. UU ini bertujuan untuk memperbaikisistem perpajakan yang sudah ada agar lebih modern, adil, dan efisien. Dalamproses perumusan kebijakan ini, pemerintah telah melibatkan berbagai stakeholder seperti pengusaha, asosiasi, dan masyarakat untuk memperoleh pandangan yang beragam dan mengakomodasi kepentingan berbagai pihak. Ini menunjukkan bahwakebijakan tersebut bukan hanya kebijakan yang bersifat top-down, tetapi lebihkepada hasil kesepakatan bersama yang diharapkan mampu membawa dampakpositif bagi perekonomian Indonesia secara keseluruhan. Menyoal PPN yang mengalami kenaikan sampai 12%,  Menteri Koordinator BidangPerekonomian, Airlangga Hartanto, mengatakan bahwa PPN tersebut merupakanAmanah dari Undang-Undang Nomor 7 pada tahun 2021 soal HarmonisasiPeraturan Perpajakan (UU HPP). Pada Pasal 7 ayat 1 UU HPP disebutkan bahwatarif PPN sebesar 12 persen berlaku paling lamban pada 1 Januari 2025. Selain itu, Airlangga juga menyatakan bahwa untuk mengantisipasi kenaikan tarif PPN, pemerintah telah mengeluarkan sederet paket insentif untuk tahun depan. Hal inidiperuntukan agar daya beli masyarakat tetap terjaga. Tarif PPN tersebutdipertahankan dengan kebijakan insentif PPN DTP, di mana pemerintahmenanggung 1 persen dari tarif PPN ketiga barang pokok penting yang seharusnyanaik menjadi 12 persen. Dengan adanya penyesuaian tarif PPN ini, banyak pihak yang melihatnya sebagailangkah yang tepat untuk memperkuat sistem perpajakan Indonesia. Sebelumnya, banyak pihak yang menganggap bahwa struktur pajak yang ada belum sepenuhnyamampu menjawab tantangan ekonomi yang semakin kompleks. Kebijakan PPN yang baru ini, meskipun ada penyesuaian tarif, tetap memberikan insentif bagisektor-sektor tertentu yang dianggap penting untuk pertumbuhan ekonomi, sepertisektor UMKM dan sektor ekspor. Selain itu, kebijakan ini juga bertujuan untuk meningkatkan transparansi dankepatuhan wajib pajak. Dengan adanya sistem yang lebih sederhana dan lebihterintegrasi, pengawasan terhadap penerimaan pajak diharapkan bisa lebih efektif. Hal ini juga sejalan dengan tujuan utama dari Harmonisasi Peraturan Perpajakan, yaitu untuk menciptakan sistem pajak yang lebih mudah dipahami oleh masyarakatdan pelaku usaha, sehingga meminimalisir praktik-praktik penghindaran pajak yang selama ini masih menjadi masalah di berbagai sektor. Pemerintah pun telahberupaya memberikan sosialisasi dan pelatihan kepada masyarakat dan pelakuusaha terkait perubahan ini, agar transisi berjalan lancar dan tidak menimbulkankesalahpahaman. Kebijakan penyesuaian PPN 1% juga telah mempertimbangkan kondisi sosial-ekonomi masyarakat yang beragam. Dalam hal ini, pemerintah memastikan bahwakebijakan ini tidak akan memberatkan masyarakat, terutama kelompokberpendapatan rendah. Salah satu contoh nyata dari kebijakan ini adalahpembebasan PPN untuk barang dan jasa kebutuhan pokok, seperti makanan danobat-obatan, yang tetap mempertahankan prinsip keadilan sosial. Sementara itu, Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, mengatakan Pemerintahakan menanggung kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 1 persen untuktiga komoditas saat PPN 12 persen diimplementasikan pada 1 Januari 2025. Ketigakomoditas itu yakni tepung terigu, gula untuk industri, dan minyak goreng rakyat atauMinyaKita. Ketiga komoditas itu dinilai sangat diperlukan oleh masyarakat umum, sehingga Pemerintah memutuskan untuk menerapkan PPN ditanggung pemerintah(DTP) atas kenaikan tarif PPN...
- Advertisement -

Baca berita yang ini