MATA INDONESIA, JAKARTA-Camilan berupa keripik singkong saat ini sudah mulai dilirik pasar internasional.
Brand Matoh camilan kripik singkong asal Bojonegoro, Jawa Timur lahir menjadi produk ekspor dan turut meramaikan Festival Tong Tong di Belanda.
Factory Manager PT Paretu Estu Guna Muhammad Pujiono mengatakan saat itu merasa terpanggil memberdayakan petani di wilayah Bojonegoro.
Pasalnya, banyak lahan pertanian di Bojonegoro gagal panen karena pengairan yang kurang, sedangkan singkong perawatannya relatif mudah dan tidak memerlukan air yang banyak.
“Akhirnya kami kolaborasi dengan beberapa petani, kami memberikan bibit yang kami ambil waktu panen. Jadi, keripik singkong dengan brand Matoh yang merupakan bahasa lokal Bojonegoro artinya bagus, sip, atau top. Gudang pun kami ubah dengan konsep food grade,” katanya.
Adapun dalam pemasaran Matoh, pihaknya menjalankan berbagai strategi. Salah satunya mengikuti BRI UMKM EXPO(RT) BRILIANPRENEUR, ajang untuk mendorong pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) naik kelas dari PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau BRI.
Pada ajang tersebut ia juga mendapat kesempatan untuk mengikuti Festival Tong Tong di Negeri Kincir Angin.
Pujiono pun bercerita bahwa Matoh sudah diekspor sejak 2019 setelah rutin mengikuti program pelatihan ekspor dari pemerintah.
Sebelum pandemi Covid-19 melanda dunia, Pujiono mengatakan porsi ekspor Matoh mencapai 65 persen dari total produksi.
Namun, ketika pandemi melanda porsi penjualan menjadi terbalik yaitu 65 persen untuk pasar lokal dan 35 persen ekspor.
Menurutnya hal itu terjadi karena adanya lockdown di beberapa negara sehingga proses pengiriman menjadi terbatas. Kendati demikian, hal itu tak menyurutkan pihaknya untuk terus memperluas pasar ekspor.
Rencananya Matoh akan melakukan ekspansi ke Kawasan Timur Tengah dan Afrika. Di sisi lain, pihaknya akan memprioritaskan Belanda sebagai tujuan ekspor berikutnya.
Belanda dinilai memiliki pasar yang tinggi karena masyarakat Belanda lebih familiar dengan produk dan cita rasa Indonesia.
Adapun saat ini, pasar terbesar Matoh di Tanah Air adalah Pulau Bali. Dengan harga produk Matoh termurah Rp 13.000, Pujiono menuturkan produksi Matoh kini mencapai 25-30 ton atau sekitar 40.000-50.000 kemasan per bulan.
Dalam menjalankan usaha, pihaknya juga mempekerjakan sekitar 30 karyawan dan bekerja sama dengan sekitar 8 petani yang per orangnya mengelola ladang singkong 1,5-2 hektar.
Direktur Bisnis Kecil & Menengah BRI Amam Sukriyanto menjelaskan bahwa pihaknya terus mengedukasi dan menyiapkan pelaku UMKM untuk mengembangkan pangsa pasarnya hingga ke mancanegara atau go global.
Amam menambahkan bahwa perseroan juga melakukan strategi business matching mempertemukan konsumen (buyer) dari mancanegara dengan UMKM lokal.