MATA INDONESIA, JAKARTA-Perencanaan pengembangan Kawasan Metropolitan Rebana di Jawa Barat harus selaras dengan pengembangan usaha kecil dan menengah (UKM) setempat.
Hal ini dikatakan Ketua Tim Riset “Pengembangan Wilayah Metropolitan Rebana” West Java Economics Society (WJES) Horas Djulius.
Menurutnya hal tersebut mutlak diperlukan apabila menginginkan kawasan sebagai pusat pertumbuhan yang inklusif. “Kawasan Metropolitan Rebana diproyeksikan sebagai motor penggerak pertumbuhan ekonomi Jabar pada masa depan,” katanya.
Oleh karena itu dalam rencana pengembangannya, kawasan ini didorong untuk memiliki kawasan industri yang terintegrasi, inovatif, kolaboratif, berdaya saing tinggi, serta berkelanjutan.
“Namun dari kajian yang dilakukan, masih terdapat sejumlah pekerjaan rumah yang belum terselesaikan seperti kesesuaian Kawasan Peruntukan Industri atau KPI dengan aktivitas ekonomi lokal serta kualifikasi sumber daya manusia SDM di wilayah tersebut,” kata dia.
Horas mengatakan karakteristik struktur ekonomi dari tujuh kota/kabupaten yang sebagian wilayahnya masuk rebana bercorak pertanian dan perdagangan dan kondisi tersebut telah diduga sebelumnya bahwa corak di kawasan tersebut merupakan pertanian.
“Dari hasil penelitian kami masih ada ketidaksinkronan antara UKM unggulan di wilayah Metropolitan Rebana dengan industri besar yang diundang masuk ke 13 Kawasan Peruntukan Industri atau KPI. Jadi pekerjaan rumahnya besar,” kata Horas.
Hasil tersebut, lanjutnya, menjadi tantangan tersendiri apabila investasi besar di sana membludak, perlu ada upaya untuk memunculkan inklusifitas di kawasan Rebana. Apalagi pemerintah bermaksud mengejar pertumbuhan yang inklusif.
“Ekonomi inklusif kan lawannya eksklusif. Jadi inklusif itu inginnya yang besar tumbuh, yang kecil pun tumbuh. Jadi tujuan penelitian kedua ingin mengetahui apakah entitas bisnis yang kecil di sana itu bisa disandingkan dengan usaha besar,” katanya.