Perempuan Mudah Terpikat Menjadi Pelaku Teror

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Keterlibatan kaum perempuan terhadap aksi terorisme cenderung meningkat dan semakin aktif secara global maupun regional. Lantas, apa pemicunya?

Apakah sebenarnya ini adalah bentuk lain dari perlawanan perempuan terhadap isu-isu ketidaksetaraan yang senatiasa mengkonstruksi perempuan sebagai makhluk yang lemah, tidak berdaya, dan tidak mempunyai keberanian?

Dalam studi kajian ‘Motivasi Perempuan sebagai Pelaku Aksi Terorisme di Indonesia’ menyebutkan, keterlibatan perempuan dalam aksi terorisme dikarenakan para pengikut laki-laki jaringan terorisme, seperti ISIS, sudah banyak yang meninggal, sehingga mereka menjadikan perempuan sebagai target sekaligus tindakan mempermalukan laki-laki yang tidak punya keberanian untuk, misalnya, melakukan aksi bom bunuh diri.

Berbagai faktor yang menyebabkan kaum perempuan tertarik kepada paham radikalisme adalah faktor ideologis dan faktor religius, dimana para perempuan didoktrin dengan pemahaman bahwa Islam merupakan agama yang sangat sempurna.

Selain itu, banyak perempuan yang terlibat dalam aksi terorisme mengalami berbagai ketidakadilan politik, ekonomi dan sosial, sehingga sangat mudah bagi kelompok radikalisme untuk merekrut anggota perempuan. Stereotip perempuan sebagai seseorang yang memiliki karakter keibuan penuh kasih tidak menghambat adaptasi perempuan pada peran dan aktivitas teroris yang lebih brutal.

Pada berbagai kasus, terlihat adanya keberagaman alasan yang menjadi penggerak para perempuan untuk masuk dalam lingkaran terorisme. Keterlibatan perempuan menjadi teroris bisa saja karena jaringan kekerabatan, pertemanan, dan pernikahan. Selain itu, adanya pemimpin yang karismatik bersama janji-janji jihadnya.

Keterlibatan perempuan sendiri dalam tindakan terorisme semakin hari semakin terlihat. Salah satunya, Dian Yuli Novi, yang menjadi perempuan pelaku teror aktif pertama di Indonesia pada 2016 lalu dalam pidana terorisme atas dugaan bom bunuh diri di Istana Presiden.

Fenomena keterlibatan perempuan dalam gerakan terorisme sebagian disorot sebagai bagian dari emansipasi perempuan demi kesetaraan gender. Pada dasarnya, emansipasi dan kesetaraan gender memiliki bentuk dan sifat yang positif, mandiri, dan berorientasi pada peningkatan kualitas kehidupan. Karena itu, keterlibatan perempuan dalam gerakan radikal tidak bisa disamakan.

Berbagai jaringan dalam dan luar negeri, seperti di negara-negara Barat, tampak memiliki pola terorisme dengan menggunakan perempuan sebagai aktor utama aksi teror. Perkembangan terorisme dengan menggunakan perempuan untuk melakukan kekerasan sudah terlihat bahwa perempuan dapat sama mematikannya dengan laki-laki. Hal itu tergambar dari kasus-kasus perempuan sebagai pelaku aksi teror di berbagai negara. Peran perempuan disalahgunakan untuk mendukung dan melancarkan aksi terorisme oleh suami atau jaringan terorisme tertentu.

Perempuan menjadi pelaku teror bukan tiba-tiba, namun ada proses indoktrinasi, perekrutan dan pemahaman tentang jihad. Perempuan dapat menjadi pelaku karena mereka juga sebelumnya adalah korban dari hoaks, bujuk rayu, dan propaganda, sehingga akibat modus atau tawaran yang diterima maka perempuan dapat beralih dari korban menjadi pelaku. Selain itu, ada pula faktor internal, yaitu motivasi tertentu yang lebih pribadi.

Reporter: Safira Ginanisa

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Flu Singapura Tak Ditemukan di Bantul, Dinkes Tetap Waspadai Gejala yang Muncul

Mata Indonesia, Bantul - Dinkes Kabupaten Bantul menyatakan bahwa hingga akhir April 2024 kemarin, belum terdapat kasus flu Singapura yang teridentifikasi. Namun, Dinkes Bantul tetap mengimbau masyarakat untuk tetap waspada. "Kami belum menerima laporan terkait kasus flu Singapura di Bantul. Kami berharap tidak ada," ujar Agus Tri Widiyantara, Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Bantul, Sabtu 4 Mei 2024.
- Advertisement -

Baca berita yang ini