MATA INDONESIA, JAKARTA – Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) mencatat 85 persen generasi milenial Indonesia paling rentan terpapar radikalisme. Kebanyakan anak muda diduga mendapat pengaruh tersebut lewat interaksi di media sosial (medsos).
Hal ini pun mendapat tanggapan dari pengamat intelijen dan keamanan Stanislaus Riyanta. Ia mengatakan, upaya pencegahan terhadap pengaruh radikalisme harus menjadi perhatian serius pemerintah.
“Negara melalui Kemendikbud, Kemenag, Pemda dan elemen lain harus bekerja sama dengan unsur masyarakat untuk penguatan ideologi Pancasila di masyarakat sehingga bisa menjadi benteng jika ada ideologi asing mencoba masuk,” ujarnya saat dihubungi Mata Indonesia, Rabu 16 Juni 2021.
Stanislaus menjelaskan bahwa penguatan nilai-nilai pancasila adalah sebuah keniscayaan, namun harus dikemas dengan cara baru agar bisa diterima kalangan muda.
“Model dialog harus lebih dikembangankan daripada monolog, kemudian eksistensi generasi muda dengan kemampuan teknologi yang luar biasa juga perlu diberdayakan terutama untuk membumikan konten Pancasila,” katanya.
Hal ini wajib dilakukan secara berkesinambungan karena mengingat arus informasi, termasuk propaganda ideologi asing lewat internet tidak bisa dibendung. Ia menilai bahwa kalau hanya mengandalkan filterisasi tentu tidak cukup.
“Yang paling penting adalah bagaimana membangun benteng ideologi di kalangan generasi muda sehingga tidak mudah tergiur oleh ideologi asing yang anti Pancasila,” ujarnya.