Penggunaan Mata Uang Lokal Semakin Kuat

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Penggunaan mata uang lokal atau local currency settlement (LCS) sebagai medium transaksi perdagangan kini semakin terrasa manfaatnya. Di tengah ketidakpastian perekonomian global. Termasuk sering terjadinya volatilitas dari dolar AS. Tak dipungkiri, menguatnya penggunaan LCS juga tidak terlepas kepentingan nasional negara yang bersangkutan.

Dalam konteks ini, Indonesia telah memulainya sejak 2018. Kini, Indonesia sudah punya perjanjian LCS dengan empat negara. Dua dari negara Asean, yakni Thailand dan Malaysia. Dan dua negara di luar Asean, yakni Jepang dan Tiongkok.

Dalam konteks kerja sama LCS Indonesia dengan Malaysia, kedua negara itu bahkan sudah memasuki tahapan kedua dari perjanjian bilateral soal LCS. Yakni kedua bank sentral sepakat memperbarui perjanjian swap bilateral dalam mata uang lokal (local currency bilateral swap arrangement/LCBSA). Perjanjian tahap pertama pada 2019.

Bank Indonesia dan Bank Negara Malaysia mencapai kesepakatan LCBSA hingga nilai RM8 miliar atau setara dengan Rp28 triliun. Kesepakatan itu berlaku efektif dalam tiga tahun. Kesepakatan di teken Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo dan Gubernur Bank Negara Malaysia Tan Sri Nor Shamsiah Mohd Yunus. Kesepakatan pada 23 September 2022.

Berkaitan dengan perjanjian tersebut, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengapresiasinya. Menurutnya, pembaruan LCBSA tersebut juga semakin memperkuat kerja sama keuangan antarkedua bank sentral.

“Kami mempercayai bahwa pembaruan LCBSA tersebut mencerminkan terus berlangsungnya penguatan kerja sama keuangan antara Bank Indonesia dan Bank Negara Malaysia,” ujar Perry.

Kerja sama itu, akan semakin meningkatkan kepercayaan pasar terhadap fundamental ekonomi kedua negara tersebut. “Pembaruan perjanjian juga menunjukkan komitmen bersama untuk memperkuat stabilitas pasar keuangan. Melalui penggunaan mata uang lokal yang lebih luas untuk transaksi bilateral antara Indonesia dan Malaysia,” kata Perry Warjiyo.

Gubernur Bank Negara Malaysia Tan Sri Nor Shamsiah Mohd Yunus menilai, arus perdagangan kedua negara, yaitu Malaysia dan Indonesia, mengalami perkembangan yang signifikan. “Kami menyambut baik untuk melanjutkan kerja sama dengan Bank Indonesia melalui pembaruan perjanjian LCBSA ini,” ujarnya.

Tan Sri Nor Shamsiah menjelaskan, kerja sama LCBSA ini juga melengkapi kerja sama keuangan yang telah dimiliki kedua bank sentral yang ditujukan untuk mendorong penggunaan mata uang lokal pada aktivitas perdagangan dan investasi antarkedua negara. Tentu, kesepakatan kedua negara patut diapresiasi di tengah ketidakpastian perekonomian global.

Bagi kepentingan dua negara itu, kepentingannya adalah bagaimana transaksi perdagangannya tidak terganggu dan tetap bisa berjalan dengan menggunakan LCS. Bagi sejumlah negara, penggunaan medium LCS dalam perdagangan bilateralnya merupakan langkah yang tepat dalam konteks pemulihan ekonomi dari dampak pandemi Covid-19 dan tetap bisa menggapai pertumbuhan.

Data Bank Indonesia menyebutkan transaksi LCS menunjukkan peningkatan yang signifikan sejak diimplementasikan. Total transaksi LCS selama 2021 mencapai USD2,53 miliar, meningkat tiga kali lipat dibandingkan dengan 2020 sebesar USD797 juta.

Adapun pada kuartal I-2021, nilai transaksi menggunakan LCS mencapai USD868 juta. Bank sentral juga mencatat, transaksi LCS berdasarkan komposisinya didominasi oleh antarbank, sebesar 50 persen diikuti oleh perdagangan 35 persen, remitansi 14 persen, dan investasi langsung 1 persen.

Harapannya, penggunaan LCS semakin meluas. Tidak hanya dengan empat negara. Yang jelas, upaya perluasan LCS untuk mengurangi ketergantungan penggunaan mata uang utama. Sehingga menciptakan diversifikasi mata uang yang pada akhirnya dapat meningkatkan stabilitas nilai tukar Rupiah.

Bagi dunia usaha, LCS juga bermanfaat sebagai natural hedge agar terlindung dari eksposur nilai tukar. Penggunaan LCS juga menguntungkan karena biaya transaksi yang lebih murah dan efisien melalui direct rate. Serta transfer dana yang lebih cepat selain tentu stabilitas sistem keuangan tetap terjaga.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Hilirisasi Buka Lapangan Pekerjaan dan Arah Ekonomi

Oleh: Winna Nartya *) Dalam perdebatan publik, hilirisasi kerap direduksi menjadi larangan ekspor bahan mentahatau pembangunan smelter. Padahal, substansi kebijakan ini jauh melampaui industri berat. Staf Khusus Menteri Investasi dan Hilirisasi, Sona Maesana, menekankan bahwa hilirisasiadalah soal penciptaan nilai tambah yang berkelanjutan, kemandirian ekonomi, danpembukaan lapangan kerja, serta penentuan arah masa depan bangsa. Ia melihat, daripengalamannya di dunia usaha dan kini di ranah kebijakan, bahwa hilirisasi hanya akanbertahan bila ekosistem investasinya sehat dan ada keberpihakan pada pelaku lokal. Karenaitu, ia menilai sekadar mendirikan pabrik tidak cukup; pertanyaan kuncinya adalah siapa yang menikmati nilai tambahnya dan bagaimana rantai pasoknya melibatkan anak bangsa secaraaktif. Dalam pandangannya, hilirisasi mesti membuka pekerjaan lokal, mengikutsertakan UKM, dan menaikkan kelas pengusaha Indonesia melalui kemitraan yang nyata. Di ranah kebijakan, Sona Maesana menjelaskan pemerintah mendorong integrasi antarapelaku lokal dan asing, memberi insentif bagi investor yang membina industri lokal, sertamenata regulasi yang transparan agar tumpang tindih perizinan berkurang. Ia juga menilaikecepatan dan kepastian perizinan lebih penting daripada angka komitmen investasi di ataskertas, karena tanpa eksekusi yang jelas, angka hanyalah janji. Sebagai jembatan antarabahasa investor dan bahasa pemerintah, ia mendorong cara pandang baru: bukan sekadar“menjual proyek”, melainkan menumbuhkan kepercayaan jangka panjang. Ia pun mengingatkan bahwa hilirisasi tidak berhenti pada mineral dan logam; sektor digital, pertanian, farmasi, hingga ekonomi kreatif perlu masuk orbit hilirisasi melalui keterhubunganstartup kesehatan dengan BUMN farmasi, petani dengan pembeli industri lewat platform lokal, serta skema yang mengkomersialisasikan inovasi kampus.  Di tingkat kelembagaan, peta jalan hilirisasi diperkuat oleh kolaborasi antarpemerintah, industri, dan kampus. Himpunan Kawasan Industri (HKI) menandatangani nota kesepahamandengan Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM serta Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi, yang disaksikan Presiden Prabowo Subianto. Ketua Umum HKI, Akhmad Ma’ruf Maulana, menyampaikan bahwa kerja sama ini merupakan perwujudan AstaCita untuk mendorong kemandirian ekonomi, memperkuat keberlanjutan, dan mempercepatinovasi teknologi sebagai pilar pertumbuhan. Ia menegaskan peran HKI sebagai penghubungsektor industri, pendidikan, dan pemerintah untuk melahirkan daya saing berbasispengetahuan dan inovasi. Ruang lingkupnya meliputi penyelarasan kurikulum dengankebutuhan industri, kolaborasi riset untuk mempercepat hilirisasi dan menarik investasi, sertapeningkatan daya saing melalui pembentukan SDM industri yang unggul. Contoh konkret hilirisasi yang langsung menyentuh pasar tenaga kerja tampak di Aceh. Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Aceh, Cut Huzaimah, menyerukan penghentianekspor karet mentah karena pabrik pengolahan di Aceh Barat, yaitu PT Potensi Bumi Sakti, siap beroperasi menampung seluruh produksi lokal. Ia menilai pengolahan di dalam daerahpenting untuk mendorong hilirisasi, membuka lapangan kerja, dan menaikkan kesejahteraan. Pabrik yang berdiri di lahan 25 hektare itu memiliki kemampuan mengolah 2.500 ton karetkering per bulan, dan pemerintah daerah menilai stabilitas serta keamanan investasi harusdijaga agar manfaatnya langsung dirasakan rakyat Aceh. Di klaster pangan–petrokimia, hilirisasi juga dikuatkan melalui kemitraan strategis. DirekturUtama PT Pupuk Indonesia (Persero), Rahmad Pribadi, menjelaskan bahwa perusahaanmemperluas kerja sama dengan Petronas Chemicals Group Berhad untuk memperkuatketahanan pangan regional sekaligus mendorong hilirisasi pupuk dan petrokimia di Indonesia. Kolaborasi ini mencakup penjajakan sinergi pasokan urea dan amonia, transfer pengetahuan teknis dan operasional, serta penguatan tata kelola Kesehatan, Keselamatan, danLingkungan (Health, Safety, and Environment/HSE).  Jika ditautkan, tiga simpul di atas, yakni kebijakan investasi yang berpihak pada pelaku lokal, penguatan link–match kampus–industri, dan proyek pengolahan komoditas serta petrokimia, menggambarkan logika hilirisasi yang lengkap. Lapangan kerja tidak hanya muncul di pabrikutama, melainkan juga pada efek pengganda: logistik bahan baku, jasa pemeliharaan mesin, kemasan, transportasi, layanan digital rantai pasok, hingga jasa keuangan dan asuransi. Dengan kurikulum yang diselaraskan, talenta lokal tidak sekadar menjadi tenaga operasional, melainkan juga teknisi, analis proses, dan manajer rantai pasok....
- Advertisement -

Baca berita yang ini