MATA INDONESIA, JAKARTA – Mahkamah Konstitusi Austria membatalkan undang-undang yang melarang pelajar SD mengenakan penutup kepala khas agama tertentu.
Para hakim konstitusi Austria menyebut undang-undang itu merujuk kepada jilbab yang biasa dikenakan penganut Islam. Bagi mereka ketentuan yang sempat disahkan pemerintah pada saat Partai Rakyat berkoalisi dengan Partai Kebebasan itu melanggar hak kebebasan beragama.
Para hakim membantah pendapat pemerintah bahwa larangan itu dibuat untuk melindungi anak perempuan dari tekanan sosial teman sebaya. Mereka menyebut aturan itu salah sasaran, justru dapat berpotensi membatasi hak siswi sekolah dasar yang menganut Islam.
Pengadilan menilai pemerintah Austria perlu menyusun peraturan tersebut dengan cermat untuk mencegah intimidasi atas dasar jenis kelamin atau agama.
Peraturan yang dibatalkan ini mulai berlaku tahun 2019. Kontennya tidak terang-terangan melarang jilbab, tapi pakaian keagamaan berupa penutup kepala untuk anak-anak hingga usia 10 tahun. Namun, penutup kepala yang dikenakan anak laki-laki beragama Sikh atau kippah umat Yahudi tidak termasuk pakaian yang dilarang.
“Larangan yang selektif ini berlaku secara eksklusif untuk siswi Muslim dan dengan demikian memisahkan mereka secara diskriminatif dari pelajar lain,” ujar Presiden Mahkamah Konstitusi Austria, Christoph Grabenwart.
Menteri Pendidikan, Heinz Fassman yang turut memperhatikan persidangan mengaku kecewa. Pasalnya, para siswi tak lagi memiliki kesempatan menjalani pendidikan tanpa paksaan.
Komunitas Agama Islam Austria, yang mewakili Muslim di negara itu dan mengajukan gugatan ke pengadilan, menyambut baik keputusan tersebut.
“Memastikan adanya kesempatan yang sama dan hak menentukan nasib sendiri bagi anak perempuan tidak dicapai melalui sebuah larangan,” tulis mereka dalam sebuah pernyataan.
Saat pertama kali diusulkan tahun 2018, Kanselir Austria, Sebastian Kurz, menyebut peraturan itu dibuat untuk “menghadapi perkembangan masyarakat yang setara”. Lalu, Wakil Kanselir Heinz Christian Strache, yang berasal dari Partai Kebebasan, mengklaim pemerintahannya hanya ingin melindungi para pemudi dari politik Islam.
Larangan jilbab untuk siswi sekolah dasar itu sendiri mulai berlaku beberapa hari setelah Strache dipaksa mengundurkan diri. Saat itu, dia terlihat menawarkan kontrak kepada seorang perempuan yang dia minta untuk menyamar sebagai keponakan dari tokoh berpengaruh di Rusia.
Partai Rakyat kini berkoalisi dengan Partai Hijau. Namun mereka masih ingin memperluas larangan jilbab itu agar berlaku untuk anak perempuan hingga berusia 14 tahun.
Pemerintahan koalisi Austria saat ini mengklaim bahwa anak-anak harus tumbuh “dengan paksaan sesedikit mungkin”. Satu-satunya contoh yang mereka ajukan adalah pemakaian jilbab. (BBC)
Reporter: Muhammad Raja A.P.