Peneliti Inggris Temukan Tiga Gejala Umum COVID-19 Varian Delta

Baca Juga

MATA INDONESIA, LONDON – Para peneliti di Inggris menemukan tiga gejala umum  yang terkait dengan virus corona varian Delta yang paling banyak ditemukan di Negeri Ratu Elizabeth, di antaranya: sakit kepala, sakit tenggorokan, dan pilek.

Seorang profesor epidemiologi genetik di King’s College London, Tim Spector mengungkapkan bahwa varian Delta yang pertama kali teridentifikasi di India terasa seperti flu.

“Covid … bertindak berbeda sekarang, lebih seperti flu yang buruk. Orang mungkin mengira mereka baru saja terkena flu musiman, dan mereka masih pergi ke pesta… kami pikir ini memicu banyak masalah,” kata Profesor Tim Spector, melansir The Guardian, Selasa, 16 Juni 2021.

“Jadi, yang benar-benar penting untuk disadari adalah bahwa sejak awal Mei, kami telah melihat gejala teratas di semua pengguna aplikasi, dan mereka tidak sama seperti sebelumnya. Jadi, gejala nomor satu adalah sakit kepala … diikuti oleh sakit tenggorokan, pilek dan demam,” tuturnya.

Menurut NHS – National Health Service (NHS) yakni program layanan kesehatan masyarakat di Britania Raya, gejala klasik COVID-19 adalah demam, batuk, dan kehilangan penciuman atau rasa.

Sementara Profesor Spector mengatakan bahwa dengan varian Delta, batuk menjadi gejala paling umum kelima, dan hilangnya penciuman tidak masuk dalam urutan 10 besar.

Berdasarkan data, varian Delta setidaknya 40 persen lebih mudah menular daripada varian Alpha yang pertama kali teridentifikasi di Kent, Inggris. Varian ini juga membuat vaksin COVID-19 menjadi agak kurang efektif, terutama apabila hanya mendapat satu dosis vaksin virus corona.

“Saya pikir pesannya di sini adalah bahwa jika Anda masih muda dan mengalami gejala yang lebih ringan, itu mungkin hanya terasa seperti pilek atau tidak enak badan… tetap di rumah dan lakukan tes,” imbau Profesor Spector.

Aplikasi yang dijalankan oleh perusahaan ilmu kesehatan Zoe – didirikan oleh Profesor Tim Spector, dengan analisis ilmiah yang disediakan oleh King’s College London, memiliki lebih dari 4 juta kontributor di seluruh dunia.

Menurut data yang diterbitkan pada 10 Juni, kasus lebih tinggi dan meningkat lebih cepat pada populasi yang tidak divaksinasi di Inggris. Kasus meningkat paling banyak pada kelompok usia 20-29, dan kelompok usia 0-19 mengikuti di belakang, menurut data yang dikumpulkan dari peserta antara 23 Mei dan 5 Juni.

Jumlah kasus yang meningkat ini mungkin berakar pada tingkat penularan dan menurunnya kesadaran untuk menerapkan protokol kesehatan, yakni menjaga jarak.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Peran Sentral Santri Perangi Judol di Era Pemerintahan Prabowo-Gibran

Jakarta - Kalangan santri dianggap menjadi salah satu elemen bangsa yang mampu terlibat aktif dalam pemberantasan Judi Online yang...
- Advertisement -

Baca berita yang ini