Pendukung Berat DOB Papua, Wempi Wetipo, Digeser dari Wamen PUPR Jadi Wamen Dalam Negeri

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Wempi Wetipo menjadi salah satu orang yang dilantik Presiden Jokowi menjadi wakil menteri (Wamen), Rabu 15 Juni 2022 ini.

Kok bisa? Padahal jabatan itu sudah diberikan kepadanya saat Kabinet Indonesia Maju terbentuk 2019.

Sesungguhnya, tidak ada yang salah dan aneh dari jabatan yang yang diberikan kepada Wempi, sebab jabatan sebelumnya adalah wamen PUPR untuk mengawal pembangunan infrastruktur di Papua.

Lelaki kelahiran Hulekaima, Maima, Jayawijaya tersebut sebelumnya memang dikenal sebagai pelopor pembangunan infrastruktur di wilayah pegunungan tengah Papua.

Saat menjabat sebagai Bupati Kabupaten Jayawijaya dua periode, dia dikenal membangun Kota Wamena dengan pesat.

Dia sanggup membangun gedung pemerintahan otonom 7 lantai, lalu salib 54 meter di depan Kantor Bupati Jayawijaya.

Setelah selesai menjabat Bupati Jayawijaya, hanya tinggal dua distrik saja yang belum bisa ditembus dengan jalan darat.

Sebanyak 40 distrik sudah bisa, dengan rincian 38 distrik semua dapat ditembus dengan motor dan mobil, sisanya baru bisa ditembus sepeda motor.

Lelaki yang menyetujui dan mendesak pemerintah pusat segera mengesahkan usulan pembentukan Daerah Otonom Baru (DOB) itu, kini digeser menjadi Wamen Dalam Negeri.

Tujuannya agar pembangunan di Papua bisa lebih cepat lagi, karena wilayahnya sekarang terlalu besar.

Wempi menegaskan pembentukan DOB bukan masalah anggaran tetapi merupakan hal yang sangat strategis bagi masyarakat Papua.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Media Sosial sebagai Alat Propaganda: Tantangan Etika dalam Pengelolaan oleh Pemerintah

Mata Indonesia, Jakarta - Di era digital, media sosial telah menjadi saluran utama komunikasi massa yang memfasilitasi pertukaran informasi dengan cepat. Dalam kerangka teori komunikasi, media sosial dapat dilihat sebagai platform interaksi yang bersifat dialogis (two-way communication) dan memungkinkan model komunikasi transaksional, di mana audiens tidak hanya menjadi penerima pesan tetapi juga pengirim (prosumer). Namun, sifat interaktif ini menghadirkan tantangan, terutama ketika pemerintah menggunakan media sosial sebagai alat propaganda.
- Advertisement -

Baca berita yang ini