MATA INDONESIA, INTERNASIONAL – Sektretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Antonio Guterres mengatakan bahwa penangkapan Aung San Suu Kyi merupakan pukulan serius bagi reformasi dan demokrasi di Myanmar.
Diketahui, pemimpin Myanmar, Aung San Suu Kyi dan beberapa tokoh senior lainnya dari partai berkuasa ditangkap dalam sebuah penggerebekan pada Senin (1/2) dini hari waktu setempat. Kabar penangkapan Aung San Suu Kyi dikonfirmasi oleh juru bicara Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD).
Penangkapan Aung San Suu Kyi berlangsung setelah beberapa hari terjadi ketegangan antara pemerintah sipil dan militer Myanmar yang meningkat dan menimbulkan kekhawatiran akan kudeta usai pemilu. Pihak militer Myanmar melaporkan bahwa pemilu lalu diwarnai kecurangan.
Tentara Myanmar resmi mengambil kendali dalam kudeta yang jelas dan mengumumkan keadaan darurat, beberapa jam setelah penangkapan Aung San Suu Kyi dan beberapa tokoh senior lainnya dari partai yang tengah berkuasa.
Sementara Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Antony Blinken meminta para pemimpin militer Myanmar untuk membebaskan Aung San Suu Kyi dan beberapa tokoh senior lainnya. Blinken mengatakan keprihatinan dan kekhawatiran yang besar atas laporan penahanan pejabat pemerintah dan pemimpin masyarakat sipil tersebut.
“Amerika Serikat mendukung rakyat Burma (Myanmar) dalam aspirasi mereka untuk demokrasi, kebebasan, perdamaian, dan pembangunan. Militer harus segera membalikkan tindakan ini,” kata Antony Blinken, melansir The Guardian, Senin, 1 Februari 2021.
Truk militer, salah satunya membawa penghalang kawat berduri, diparkir di luar Balai Kota di Yangon pada Senin pagi. Sementara jaringan telepon dan internet hilang. Televisi MRTV yang dikelolah pemerintah juga tak dapat melakukan siaran.
Televisi militer kemudian melaporkan bahwa tentara telah mengambil alih negara selama satu tahun, dengan kekuasaan diserahkan kepada panglima tertinggi Jenderal Min Aung Hlaing.
Dikatakan tentara telah menahan para pemimpin senior pemerintah sebagai tanggapan atas penipuan selama pemilihan umum tahun lalu. Tindakan militer Myanmar mendapat kecaman dunia internasional dan para ahli hak asasi manusia.