MATA INDONESIA, JAKARTA – Perdana Menteri Thailand, Prayuth Chan-ocha mengungkapkan bahwa ia menerima surat dari pemimpin junta militer baru Myanmar. Dalam suratnya, pemimpin militer meminta bantuan untuk mendukung demokrasi di Myanmar.
Sebagai catatan, tentara Thailand dan Myanmar memiliki hubungan kerja yang erat dalam beberapa dekade terakhir meskipun ada sejarah permusuhan yang jauh antara kedua negara.
Prayuth menjabat sebagai Perdana Menteri di Negeri Gajah Putih tahun 2014 usai menggulingkan pemerintah lewat kudeta militer. Ia kembali menjabat sebagai Perdana Menteri tahun 2019 dalam sebuah pemilu yang kontroversial.
“Kami mendukung proses demokrasi di Myanmar tetapi yang terpenting saat ini adalah menjaga hubungan baik karena berdampak pada masyarakat, ekonomi, perdagangan perbatasan, khususnya sekarang,” kata Prayuth.
“Thailand mendukung proses demokrasi. Sisanya terserah dia bagaimana melanjutkan,” ucapnya, melansir Reuters, Rabu, 10 Februari 2021.
Tentara Min Aung Hlaing menggulingkan pemimpin sipil terpilih Aung San Suu Kyi pada Senin (1/2). Peraih Nobel Perdamaian itu dituduh melakukan penipuan dalam pemilihan yang digelar pada November 2020.
Partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) pimpinan Aung San Suu Kyi menang telak, 83 persen. Namun, pihak militer mengklaim pemilu lalu penuh kecurangan. Komisi pemilihan berulang kali menolak klaim militer yang tak mendasar tersebut.
Sejak kudeta, Myanmar dikejutkan oleh protes terbesar dalam lebih dari satu dekade saat para pendukung Aung San Suu Kyi turun ke jalan-jalan, menentang kudeta yang menghentikan transisi tentatif selama satu dekade menuju demokrasi.
Sementara Thailand, aksi serupa juga terjadi di kota Bangkok pada akhir tahun lalu. Di mana warga pro-demokrasi mendesak Prayuth Chan-ocha untuk mundur dari jabatannya.