MATA INDONESIA, JAKARTA – Kudeta militer di Myanmar yang berujung penahanan Aung San Suu Kyi dan sejumlah pejabat lainnya oleh pihak militer ditanggapi tegas oleh PBB.
Juru Bicara PBB Spethane Dujarric menyebut, seharusnya militer tidak melakukan kudeta, dan mengikuti apa yang menjadi keinginan rakyat Myanmar dalam proses demokrasi.
“Perkembangan ini menunjukkan serangan yang serius terhadap reformasi demokratis,” kata Dujarric, seperti dikutip pada Senin 1 Februari 2021.
Menurutnya, semua pemimpin negara selayaknya lebih mengedepankan dialog dan tidak mengambil jalan kekerasan.
“Semua pemimpin harus bersikap untuk kepentingan terbesar dalam reformasi demokrasi Myanmar, dengan melakukan dialog yang bermakna, menahan diri dari kekerasan, dan menghormati hak asasi manusia serta kebebasan fundamental,” ujar Dujarric.
Pihak militer Myanmar mengumumkan status kedaruratan selama satu tahun hari ini usai mereka melakukan penahanan terhadap para pemimpin senior di pemerintahan, sebagai aksi yang mereka sebut untuk merespons kecurangan pemilu tahun lalu.
Dalam sebuah video yang disiarkan di saluran televisi milik militer, disebutkan bahwa kekuasaan telah diserahkan kepada pimpinan pasukan bersenjata, Jenderal Senior Min Aung Hlaing.
Sementara itu, Singapura menanggapi kejadian ini dengan menyatakan kepedulian besar dan meminta semua pihak menahan diri serta mengambil jalan yang menghasilkan perdamaian.
“Singapura menyampaikan keprihatinan mendalam atas situasi terkini di Myanmar. Kami mengamati situasi ini secara lekat dan berharap semua pihak yang terlibat akan menahan diri, mengutamakan dialog, dan bekerja untuk hasil positif dan damai,” kata Kementerian Luar Negeri Singapura dalam pernyataan lewat surel.