PBB Masih Berharap AS Coret Houthi Yaman dari Organisasi Teroris

Baca Juga

MATA INDONESIA, INTERNASIONAL – Keputusan Amerika Serikat (AS) menetapkan Houthi Yaman sebagai organisasi asing menuai kontroversi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). PBB memperingatkan bahwa keputusan AS tersebut akan semakin meningkatkan angka kelaparan di Yaman.

PBB mengambarkan, Yaman sebagai krisis kemanusiaan terbesar di dunia dengan 80% rakyatnya mengalami kelaparan. Anak-anak dengan malnutrisi parah bahkan bukan lagi hal aneh di Negeri Yaman.

“Perhatian kami sejak awal … adalah dampaknya pada sektor komersial dan bahwa sebagian besar makanan dan pasokan dasar lainnya yang masuk ke Yaman masuk melalui sektor komersial,” kata Juru Bicara PBB, Stephane Dujarric, melansir Reuters.

Para pejabat dan kelompok bantuan PBB mengatakan, hal itu akan mengganggu perdagangan komersial di Yaman, yang hampir sepenuhnya bergantung pada impor, sehingga menciptakan celah yang tidak dapat diisi oleh operasi kemanusiaan terlepas dari pengecualian kemanusiaan yang diterapkan AS.

AS telah membebaskan ekspor komoditas pertanian ke Yaman, yang mencakup makanan, termasuk makanan mentah, olaha, dan kemasan, vitamin dan mineral, serta air minum dalam kemasan. Selain itu juga makanan untuk hewan.

Berbulan-bulan lamanya, kelompok bantuan internasional yang memberikan bantuan kepada warga sipil Yaman –yang terpukul akibat konflik yang menghancurkan, mengatakan bahwa pekerjaan mereka akan terganggu dengan penunjukkan AS tersebut.

Namun, Menteri Luar Negeri AS, Mike Pompeo pekan lalu mengatakan tindakan tersebut bertujuan untuk meminta pertanggungjawaban Ansarallah atas tindakan terorisnya, termasuk serangan lintas batas yang mengancam populasi warga sipil, infrastruktur, dan pengiriman komersial.

Perang di Yaman telah berlangsung sejak akhir 2014, ketika Houthi menguasai sebagian besar Yaman, termasuk ibu kota Sana’a. Konflik meningkat pada Maret 1015, di mana saat itu Arab Saudi dan Uni Emirat Arab mengumpulkan koalisi militer yang didukung AS dalam upaya memulihkan pemerintahan Presiden Abd-Rabbu Mansour Hadi.

Pejabat PBB sendiri telah mencoba menghidupkan kembali dialog damai demi mengakhiri perang, karena penderitaan Yaman juga diperburuk oleh keruntuhan ekonomi dan pandemi panjang virus corona.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Sistem Kontrak Kerja jadi Masalah Generasi Muda, GMNI Singgung Keadilan Ketenagakerjaan di Indonesia

Sistem Kontrak Kerja jadi Masalah Generasi Muda, GMNI Singgung Keadilan Ketenagakerjaan di Indonesia Kondisi ketenagakerjaan saat ini menghadirkan berbagai tantangan signifikan yang berdampak pada kesejahteraan pekerja, terutama dalam menghadapi ketidakpastian kerja dan fenomena fleksibilitas yang eksploitatif atau dikenal sebagai flexploitation. Sistem kontrak sementara kerap menjadi salah satu akar permasalahan, karena tidak menjamin kesinambungan pekerjaan. Situasi ini semakin diperburuk oleh rendahnya tingkat upah, yang sering berada di bawah standar kehidupan layak, serta minimnya kenaikan gaji yang menambah beban para pekerja. Selain itu, kurangnya perlindungan sosial, seperti jaminan kesehatan yang tidak memadai, serta lemahnya penegakan hukum memperkuat kondisi precarization atau suatu kerentanan struktural yang terus dialami oleh pekerja. Di sisi lain, keterbatasan sumber daya negara juga menjadi penghambat dalam mendorong pertumbuhan sektor ekonomi kreatif yang potensial, di mana banyak pekerja terjebak dalam tekanan produktivitas tanpa disertai perlindungan hak yang memadai. Dalam konteks ini, generasi muda, termasuk kader-kader Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), menjadi kelompok yang paling rentan terhadap dinamika pasar kerja yang semakin eksploitatif. Generasi ini kerap menghadapi kontradiksi antara ekspektasi tinggi terhadap produktivitas dan inovasi dengan realitas kerja yang penuh ketidakpastian. Banyak dari mereka terjebak dalam sistem kerja fleksibel yang eksploitatif, seperti tuntutan kerja tanpa batas waktu dan kontrak sementara tanpa jaminan sosial yang memadai. Akibatnya, kondisi precarization semakin mengakar. Bagi kader GMNI, yang memiliki semangat juang dan idealisme tinggi untuk memperjuangkan keadilan sosial, situasi ini menjadi ironi. Di satu sisi, mereka harus tetap produktif meskipun kondisi kerja tidak mendukung, sementara di sisi lain mereka memikul tanggung jawab moral untuk terus memperjuangkan aspirasi kolektif para pekerja. Kondisi ini tidak hanya memengaruhi kesejahteraan individu, tetapi juga dapat mengikis potensi intelektual, semangat juang, serta daya transformasi generasi muda dalam menciptakan struktur sosial yang lebih adil. Oleh karena itu, peran negara menjadi sangat penting untuk merumuskan kebijakan yang konkret dan menyeluruh. Kebijakan ini harus memastikan pemenuhan hak-hak dasar pekerja, termasuk perlindungan sosial yang layak, serta penegakan regulasi yang konsisten untuk mengurangi ketimpangan dan menghentikan eksploitasi dalam sistem kerja fleksibel. Tanpa langkah nyata tersebut, ketimpangan struktural di pasar tenaga kerja akan terus menjadi ancaman bagi masa depan generasi muda dan stabilitas tatanan sosial secara keseluruhan.
- Advertisement -

Baca berita yang ini