MINEWS, JAKARTA – PBB dalam hasil ivestigasi terbarunya menyebut adanya dugaan keterlibatan puluhan perusahaan besar asal Eropa dan Asia dalam diskriminasi dan pelanggaran HAM terhadap etnis Rohingya di Rakhine, Myanmar.
Kali ini, PBB melalui Tim Pencari Fakta atau UN Fact-Finding Mission menyebut seluruh perusahaan itu terhubung melalui kemitraan bisnis dengan dua korporasi asal Myanmar, yakni Myanmar Economic Holdings Limited (MEHL) dan Myanmar Economic Corporation (MEC).
Ketua Tim Pancari Fakta PBB Marzuki Darusman mengatakan, dua perusahaan itu diketahui berada di bawah kekuasaan angkatan bersenjata Myanmar atau Tatmadaw yang menjadi sumber dana untuk operasi militer dalam genosida dan sejumlah pelanggaran HAM lainnya terhadap etnis Rohingya.
“Laporan ini menunjukkan adanya hubungan langsung antara bisnis dengan pelanggaran HAM. Delapan bulan diteliti, kami menemukan gambaran luar biasa dari jangkauan bisnis angkatan bersenjata Myanmar,” kata Marzuki di Jakarta, Senin 5 Agustus 2019.
Marzuki menjelaskan, hasil temuan PBB kali ini menunjukkan banyaknya perusahaan asing yang membangun kemitraan dengan MEHL dan MEC, di antaranya berasal dari Cina, India, Vietnam, Singapura, Korea Selatan, Libanon, Jepang, Malaysia, Belgia, Prancis, Thailand, Taiwan-China, Hong Kong-China, Swiss, Israel, Rusia, Ukraina, Korea Utara, Seychelles, dan Filipina.
Adapun hubungan dagang itu terdiri atas 15 kongsi dagang (joint venture) dan 44 perjanjian bisnis (commercial ties) yang bergerak di bidang tambang dan energi, manufaktur, pariwisata, konstruksi, properti, tembakau, informasi dan telekomunikasi, transportasi dan penyimpanan, ritel, penelitian dan pengembangan, serta keuangan dan asuransi.
PBB, kata Marzuki, mengimbau agar perusahaan-perusahaan internasional itu meninjau ulang lagi kemitraannya dengan MEHL dan MEC agar tak menguntungkan militer Myanmar yang bertanggung jawab atas pelanggaran HAM di Rakhine.
Tim Pencari Fakta merupakan satuan kerja independen yang diberi mandat oleh Dewan HAM PBB pada 24 Maret 2017 untuk menyelidiki dugaan pelanggaran HAM terhadap etnis Rohingya di Rakhine, Myanmar. Tim yang diketuai oleh Marzuki Darusman telah menyiarkan beberapa laporan mengenai dugaan pelanggaran HAM pada September 2018, Maret 2019, dan Mei 2019.