Pandemi, Amplifikasi Tindakan Intoleransi

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Pandemi Covid-19 ternyata memicu munculnya berbagai tindakan intoleransi. Dalam laporan The Habibie Center berjudul Pandemi, Demokrasi, Ekstremisme Berkekerasan di Indonesia, tercatat bahwa selama masa pandemi telah terjadi beberapa kasus intoleransi selama tahun 2020.

Terdapat upaya pelarangan ibadah yang terjadi di beberapa wilayah di Indonesia seperti misalnya di Aceh, Bekasi, Bogor dan Mojokerto. Peristiwa tersebut terjadi pada bulan September 2020.

Di Aceh, teguran dari pemerintah daerah khususnya Bupati berisi pernyataan untuk menghentikan pembangunan rumah pendeta di tanah Gereja Kristen Protestan Pakpak Dairi (GKPPD). Tujuannya dengan dalih menjaga ketertiban dan kerukunan antar umat beragama.

Sementara di Bekasi terjadi upaya untuk mengganggu ibadah jemaat Huria Kristen Batak Protestan Kota Serang Baru (HKBP KSB). Massa yang berada di luar area gereja berkumpul dan bernyanyi dengan menggunakan pengeras suara. Tindakan serupa juga terjadi di Jonggol, Kabupaten Bogor. Sekelompok orang menuding gereja di kawasan tersebut melanggar aturan yang tercantum dalam Surat Keputusan Bersama.

Selain itu di Mojokerto, kepala desa melalui surat resmi melarang warga memasang simbol agama dan menjadikan rumah sebagai tempat beribadah.

Fenomena ini juga menuai reaksi dari Direktur Riset Setara Institute Halili Hasan yang menegaskan bahwa pemerintah harus hadir dan menjamin hak konstitusional minoritas.

“Pemerintah pusat tidak boleh diam, melainkan harus hadir menangani penjalaran intoleransi yang secara terus-menerus terjadi di daerah,” kata Halili.

Selain itu, dalam laporan The Habibie Center ini juga dijelaskan bahwa banyak pihak yang tidak siap menghadapi pandemi. Hal ini tercermin dari berbagai reaksi berlebihan dalam menanggapi larangan beribadah di rumah ibadah selama masa pandemi Covid-19.

Kondisi ini bisa berpotensi memicu ketegangan karena muncul narasi-narasi fanatik dan konservatif yang berlebihan atas aturan pelarangan melakukan ibadah di masjid atau tempat ibadah lain. Selain itu muncul juga sentiment negatif serta narasi kebencian terhadap pemerintah karena tempat lain seperti mall tetap terbuka.

Sementara itu, intoleransi juga sudah menyasar institusi pendidikan seperti perguruan tinggi. Mengacu pada hasil survey persepsi moderasi beragama di kelompok mahasiswa dan perguruan tinggi di kampus Universitas Islam Negeri (UIN) se-Indonesia dengan 300 responden, terdapat 30 diantaranya yang mengaku sebagai anggota Front Pembela Islam (FPI). Mereka juga menganggap tindakan yang dilakukan FPI tidak salah.

Masih adanya praktik intoleransi di masyarakat semakin menguatkan supaya ada upaya menyeluruh dari berbagai pemangku kepentingan untuk menyelesaikan persoalan ini.

 

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Flu Singapura Tak Ditemukan di Bantul, Dinkes Tetap Waspadai Gejala yang Muncul

Mata Indonesia, Bantul - Dinkes Kabupaten Bantul menyatakan bahwa hingga akhir April 2024 kemarin, belum terdapat kasus flu Singapura yang teridentifikasi. Namun, Dinkes Bantul tetap mengimbau masyarakat untuk tetap waspada. "Kami belum menerima laporan terkait kasus flu Singapura di Bantul. Kami berharap tidak ada," ujar Agus Tri Widiyantara, Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Bantul, Sabtu 4 Mei 2024.
- Advertisement -

Baca berita yang ini